Selasa, 01 November 2011

Memikirkan Uang dari Rakyat untuk Laba, SJSN Hanya untuk Layanan Dasar?

SEBUAH berita di media elektronik menyebutkan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) hanya menanggung pengobatan dasar, bukan semua biaya pengobatan. Ditambahkan pula, sebagian dana yang terkumpul akan diinvestasikan untuk hal lain. Saya jadi bertanya-tanya, apakah para petinggi negara ini mengetahui benar alasan-alasan perlunya sistem jaminan yang bersifat semesta (universal coverage)? Mengapa belum-belum sudah memikirkan tentang uang dari rakyat itu untuk mencari laba, padahal untuk layanan kesehatan baru bisa menyediakan sebatas kesehatan dasar di Puskesmas.

Kita tahu bahwa sistem pembiayaan kesehatan rakyat selama ini tidak efisien, tidak efektif, tidak terkendali, dan tidak bermutu, sehingga tidak dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka. Ini, terutama karena mekanisme pembiayaan yang harus dibayar langsung dari kantong rakyat sendiri dan berdasarkan fee for service. Pola seperti itu, membuat pelayan jadi mahal dan tidak efisien. Mutu pun, tidak dipantau, seolah-olah bukan urusan pemerintah.

Dengan sistem asuransi yang cakupannya bersifat universal, diharapkan mekanisme fee for service liberalism harga, dan mutu rendah dapat dihilangkan. Karena SJSN dibayar oleh rakyat secara iuran dan berangsur, anggaran pemerintah untuk memelihara kesehatan akan dapat diarahkan untuk peningkatkan kesejahteraan lain. Jadi, tidak betul apabila iuran ini dikembalikan ke rakyat hanya sebatas layanan dasar, sementara untuk layanan lanjutan rakyat masih harus dibayar sendiri. Berarti, pemerintah dua kali membebani rakyat. Di sisi lain, dana yang terkumpul dari rakyat akan dijadikan modal pemerintah untuk mencari laba. Ini, adalah sikap yang menzalimi rakyat dan bukan ini membantu rakyat.

Apakah Cukup?

Di negara mana pun yang menerapkan sistem jaminan semesta, pelayanan bukan hanya sebatas pelayanan dasar. Di Inggris, Swedia, Singapura, dan Australia, seluruh pelayanan kesehatan di bayar dari jaminan sosial. Negara mengumpulkan iuran untuk jaminan tersebut dari rakyat, tetapi pemerintah mereka tidak zalim dan rakus lalu menganggap itu uang negara. Uang dikembalikan ke rakyat melalui layanan kesehatan “gratis”.

Pertanyaan apakah cukup uang iuran itu untuk semua jenis pelayanan kesehatan. Cukup tidaknya dana yang terkumpul akan bergantung pada besarnya iuran dan pengelolaan Besarnya iuran dapat ditetapkan secara nominal, tetapi dapat pula persentase dari penghasilan aktuariat dengan memperhitungkan potensi resiko gangguan kesehatan pada peserta. Bisa juga merupakan gabungan dari keduanya, perhitungan aktuariat dan persentase penghasilan.

Di negara yang jumlah pembayaran pajak sudah tinggi, iuran dapat ditarik bersamaan dengan pajak penghasilan. Dengan sistem itu, yang berpenghasilan besar akan membayar lebih besar, sehingga terjadi subsidi silang, yang kaya membantu yang miskin. Namun, untuk Indonesia yang jumlah pembayar pajaknya masih sedikit, penarikan iuran melalui pajak sangat tidak layak. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan.

Pengelolaan

Aspek kedua adalah pengelolaan, termasuk model pembayaran. SJSN harus ditujukan untuk menghapus mekanisme fee for service dan juga untuk mengendalikan harga layanan (mulai dari layanan medik, rehabilitasi, penunjang hingga obat) serta mengendalikan mutu semua layanan tersebut. Pembayaran pun tidak lagi menggunakan model asuransi indemnity yang cenderung mepertahankan fee for service dan tidak peduli terhadap mutu layanan.

Dengan menguasai dana dan peserta, BP SJSN dapat mendikte penyediaan pelayanan, baik individual mau pun rumah sakit, untuk berperilaku lebih rasional dan menjaga mutu secara objektif. Pemerintah hanya bersikap tut wuri handayani dengan membuat regulasi-regulasi yang mendukung bahwa rakyat akan terlindungi hak-haknya, baik terhadap perilaku penyedia layanan mau pun BP SJSN. Untuk itu, pemerintah dapat membentuk lembaga pengawas, yang bukan saja mengawasi keuangan, melainkan juga mengawasi mutu layanan.

Upayakan Pencegahan

BP SJSN dapat mengantisipasi perkembangan penyakit yang terjadi di kalangan penduduk Indonesia, dengan cara sejak awal melakukan berbagai upaya pencegahan, sehingga tidak kebobolan ketika penyakit itu meningkat. Disinilah, perlunya BP SJSN juga mendanai penelitian epidemilogi berbagai penyakit dan teknik penanggulangannya.

Namun, kalau dari awal pemerintah hanya melihat bahwa SJSN adalah salah satu cara mengumpulkan uang rakyat untuk dijadikan modal dan kemudian hanya mengembalikan bentuk sebatas layanan dasar, itu berarti pemerintah hanya memikirkan diri sendiri dan menzalimi rakyat.

Contoh kalau ada rakyat yang terkena serangan jantung. Meski sudah membayar iuran, ia masih harus mencari uang lagi untuk mengobati penyakitnya. Rakyat membayar iuran SJSN memperoleh jaminan bahwa ia tidak akan lagi menanggung beban bayar tunai ketika sakit dan bahwa akan dijamin mendapatkan layanan yang bermutu dalam pengertian tepat waktu, efisien, efektif, dan sesuai dengan penyaklit yang dideritanya.

KARTONO MOHAMAD
Mantan Ketuan Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar