Rabu, 29 Juni 2011

Potensi Ikan di Kabupaten Malang Berlimpah, Masyarakat Konsumsi Hanya di Bawah 60 Persen

POTENSI IKAN yang melimpah di wilayah Kabupaten Malang, ternyata tidak diimbangi dengan tingginya konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Malang hanya di bawah 60 persen dari standar nasional. Hal ini, karena masyarakat masih kurang pengetahuan tentang manfaatnya yang terkandung dalam ikan, dan minimnya kreativitas dalam mengelolah produk ikan, serta mitos yang berkembang di sebagian masyarakat merupakan penyebab konsumsi ikan tidak terlalu tinggi. Mitos itu, adalah anggapan makan ikan dapat menyebabkan cacing, mengakhibatkan ibu yang sedang menyusui harus berpantang makan ikan, karena takut air susunya amis dan ibu yang hamil juga pantang makan ikan, karena takut gata-gatal.

Hal ini, disampaikan Ketua Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Kabupaten Malang, Ny Hj Jajuk Rendra Kresna, sesaat setelah pengukuhan Pengurus Forikan Kabupaten Malang oleh Bupati Malang, H Rendra Kresna di Pendopo pekan lalu. Pada kesempatan itu, juga dilaksanakan kegiatan Lomba Kreativitas Olahan Produk Perikanan serta sosilisasi Forikan Provinsi Jawa Timur.

Ny Hj Jajuk mengatakan akan meyusun program kerja yang akan disinkronisasi dan sinergi dengan visi dan misi Bupati Malang 2010-2015 yaitu, mewujudkan masyarakat Kabupaten Malang yang Mandiri, Agamais, Demokratis, Produkstif, Maju, Aman, Tertib dan Berdaya Saing (Madep Manteb). “Prioritas kami, akan melakukan upaya promosi dan kampanye Gerakan Masyarakat Makan Ikan atau Gemar Ikan. Langkah ini, dilakukan mengingat tingkat konsumsi masyarakat Kabupaten Malang masih rendah di bawah nilai rata-rata nasional. Selain itu, akan dilakukan dengan lebih giat memberi pengertian kepada masyarakat bahwa kandungan gizi pada ikan sangat tinggi dan sangat penting bagi pertumbuhan, kecerdasan anak, serta dapat menyehatkan bagi orang dewasa,” janji Ny Hj Jajuk, yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Malang, akan menghilangkan miotos-mitos tidak baik tentang ikan yang ada di masyarakat.

Sementara itu, Ketua Ketua Pantia, Ir Endang Retno menjelaskan tujuan dari dilaksanakan lomba adalah agar masyarakat memakan ikan melalui lomba keratifitas olahan produk perikanan. “Selain itu, kami menyampaikan informasi dan menambah wawasan kepada masyarakat akan pentingnya gizi yang berasal dari ikan, memberi peluang kepada pembudidaya ikan dan pakan untuk meningkatkan produksinya, serta memberi kesempatan kepada investor untuk menanam modalnya,” kata Retno, yang juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, juga mencari bibit baru yang kreatif dalam mengelola ikan untuk disertakan pada iven-ivben lomba tingkat daerah dan provinsi.

Di Bawah Standar Nasional

Bupati H Rendra menegaskan, setelah dibentuk Forikan ini, nantinya betul-betul berkerjasama dengan semua pihak dan mampu membangkitkan semangat keinginan untuk mengkonsumsi ikan. “Berdasarkan laporan, masyarakat Kabupaten Malang konsumsi daging dan ikan baru 60 persen sekitar 16-17 kg per orang per tahun. Ini, di bawah standar nasional yang diharapkan seluruh masyarakat mampu mengkonsumsikan daging dan ikan rata-rata 31 kg per tahun,” harap Rendra, panjang pantai wilayah Kabupaten Malang 104 kilo meter dengan ribuan ton ikannya, sehingga bagaimana Forikan mengajak masyarakat dapat meningkatkan konsumsi ikan.

Dicontohkan Rendra, negara Malaysia satu tahunnya mengkonsumsi daging dan ikan rata-rata 45 kg per orang per tahun, Thailan 35 kg per orang per tahun, Jepang 110 kg per orang per tahun. “Negara Indonesia adalah nehara bahari, tentunya potensi ikan tidak kalah dengan negara lainnya,” kata Rendra, sehingga diharapklan dalam lomba ini dapat di lihat bagaimana ibu-ibu PKK tingkat kecamatan memberikan gambaran bahwa dari ikan itu dapat diolah berbagai macam hasil, bentuk mau pun rasanya.

Kesempatan itu, Rendra meninjau stan-stan yang menual berbagai macam olahan produk ikan yang ada di halaman pendopo. Acara ini, diselenggarakan oleh Tim Penggerak PKK Kabupaten Malang berkerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, serta Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jatim. Lomba ini, menghadirkan tim juri berasal dari TP PKK Kabupaten Malang, SMKN Turen dan Rumah Makan Pondok Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, memutuskan pemenang lomba Kreasi Olahan Produk Perikanan, Juara I Kecamatan Dau, Juara II Kecamatan Pakisaji, dan Juara III Kecamatan Pakis. (hms/ris)

Pemberantasan Korupsi Bergerak Secara Deret Hitung, Sistem Korupsi Birokrasi Pemerintah

DI NEGERI INI, percepatan upaya pemberantasan korupsi tidak sebanding dengan kecepatan tindakan korupsi itu sendiri. Pemberantasan korupsi bergerak secara deret hitung, sementara tindakan korupsi membiak menurut deret ukur. Artinya, tindakan korupsi lebih progresif daripada upaya pemberantasannya.

Ada yang berpendapat bahwa gejala korupsi sulit diberantas hingga derajat terendah, dikarenakan korupsi sudah menggurita pada seluruh sistem kehidupan, terutama sistem birokrasi pemerintah, hukum, politik, bahkan pendidikan.

Mengguritanya korupsi pada sistem, membuat sistem ini lambat laun membusuk. Di sini, gejala korupsi dipandang sebagai virus atau penyakit yang menempel pada sistem. Secara teoritis ini, semestinya mudah diatasi amputasi virus hingga ke akar-akarnya. Dengan kata lain, sebanyak mungkin koruptor ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.

Persoalan menjadi tidak sederhana, ketika korupsi tidak lagi bekerja sebagai virus yang menempel pada sistem, melainkan mampu memperumit diri menjadi sistem sosial tersendiri; sistem korupsi. Menurut Niklas Luhmann (1927-1998), sebuah sistem sosial dapat terbentuk secara autopoeisis, membentuk dirinya sendiri. Sistem korupsi membentuk diri dengan cara mengambil kemungkinannya dari situasi lingkungan ekonomi, politik, dan budaya yang gaduh serta anomik.

“GILA”

Bagi, Talcott Parsons (1920-1979), suatu gejala berkembang menjadi suatu sistem ketika mampu menjalankan fungsi “GILA”: pencapai tujuan (goal attainment), integrasi (integration), pemeliharaan (latent patter maintenance), dan adaptasi (adaptation).

Pertama, korupsi memiliki fungsi pencapai tujuan, yakni memperkaya diri dan kelompok atau memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Ini, bisa kita lihat dalam, misalnya praktek politik uang. Dalam praktek politik uang, biasanya diperoleh dari hasil korupsi, entah itu dilakukan sendiri, entah orang lain.

Kedua, korupsi juga memiliki elemen pengintegrasi, sehingga kukuh dilakukan dan sulit diurai. Salah satu elemen pengintergrasi dari sistem korupsi ini, tidak lain adalah kepentingan politik dan celah hukum yang bisa disiasati untuk melindungi, bahkan meloloskan para pelaku korupsi.

Ketiga, koruspsi menjadi sistem, karena korupsi memiliki cara memilihara dan merawat diri, sehingga praktek korupsi bisa berkerja secara berkelanjutan. Kemampuan memelihara dan merawat diri ini, justeru dilakukan tanpa sadar oleh masyarakat dengan melantaskan permakluman pada fenomena pembusukan yang terjadi sehari-hari, meski dalam jumlah sangat kecil, seperti pungutan liar di jalan pelintasan.

Terakhir, sistem korupsi mengukuhkan diri, karena mampu beradaptasi. Kendati korupsi secara moral buruk dan ditentang, tampaknya secara korupsi bisa beradaptasi seolah-olah melakukan tidak lagi merasa bersalah. Ini, biasanya terjadi pada apa yang disebut gratifikasi. Sejumlah uang diberikan kepada pejabat sebagai ungkapan rasa terima kasih. Untuk tidak lagi disebut praktek kotor, korupsi dilakukan atas nama balas budi.

Jika, keempat fungsi tersebut berjalan, sistem korupsi menemukan bentuk yang stabil dan mapan. Artinya, dalam jangka panjang kita hidup dalam sistem kebusukan dan aktif di dalamnya. Korupsi lalu menjadi cara hidup. Ini mengerikan!!

Distingsi

Agar bisa keluar dari sistem kebusukan ini, meminjam istilah Luhmann, harus ada proses distingsi. Proses ditingsi ini, pada dasarnya merupakan upaya “sadar” untuk membedakan atau menyeparasi diri dari sistem yang stabil. Tanpa adanya distingsi ini, berarti kita gila, buta, dan tidak sadar dengan keadaan lingkungan.

Awalnya distingsi untuk memperjelas mana sistem korupsi dan yang bukan. Selanjutnya distingsi dilakukan dengan untuk mengguncang sistem yang sudah ada. Untuk mengguncang sistem korupsi, distingsi tidak hanya bergerak pada tingkat pencitraan dan janji-janji politis, melainkan diarahkan pada gerakan yang sunguh-sungguh menegasikan sistem korupsi.

Gerakkan antikorupsi yang dipelopori ICW dan beberapa elemen masyarakat pada dasarnya merupakan gerakkan distingsi yang mendestabilisasi stabilitas sistem korupsi. Namun, bila kita menggunakan kerangka “GILA”, gerakan ini masih sebatas menjadi pengganggu sistem korupsi. Gerakkan ini, memang memiliki tujuan yang jelas, yakni membebaskan masyarakat dari korupsi. Ada upaya mereka melakukan gerakkan kultural antikorupsi melalui beberapa model pendidikan di masyarakat, penyingkapan kasus-kasus korupsi dan sebagainya. Akan tetapi, gerakkan ini masih perlu diuji di tengah apatisme dan adanya permakluman terhadap “korupsi kecil-kecilan” di masyarakat.

Selebihnya gerakkan ini, masih belum memiliki pengintegrasi yang kuat dalam mekanisme merawat gerakkan ini dalam jangka panjang, sehingga gerakkan ini belum bertransformasi menjadi sistem tersendiri, sistem antikorupsi. Namun, gerakkan distingsi ini wajib diapresiasi dan didorong bersama sampai menjadi sistem sosial yang otonomi dengan harapan negeri ini tidak makin membusuk, tidak semakin hancur, lalu musnah.

WILDAN PRAMUDYA.
Aktif di Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Masyarakat (LP3ES), Jakarta.

Para Politisi Manfaatkan Otonomi Daerah, Pengusaha dan Penguasa Lokal

BANDIT DEMOKRASI pada tingkat lokal tak terbendung. Demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah sejak reformasi 1998 dibajak politisi tak bertanggung jawab. Para politisi itu, adalah gubernur, bupati dan walikota. Mereka manfaatkan otonomi daerah untuk menghidupkan kembali neokolonialisme Soeharto melalui pemberian konsensi pertambangan yang kebanyakan illegal. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat dari 8.475 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah daerah, hanya 3.971 IUP legal dan 4.504 IUP illegal.

Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya contoh dalam tulisan ini. Seperti tersua pada data Dinas Pertambangan NTT (2010), di sana 319 pemegang IUP tak mengantongi dokumen resmi. Demi menambah penerimaan daerah, ratusan hektar tanah dan area hutan lindung disabotase hanya untuk investasi pertambangan mangan. Masalah sosial pun merebak. Buruh dibayar tak wajar, terjadi rebutan lahan antar suku, dan penambangan rakyat tak terbendung. Kepincut oleh iming-iming nilai “batu mangan yang bisa berubah menjadi rupiah”, warga beralih profesi dari petani penggarap menjadi pengumpul mangan. Pertanyaannya, mengapa tambang illegal mekar.

Desain otonomi daerah memang tak dipersiapkan secara matang. Reformasi birokrasi dan penegakan hukum di daerah sangat rapuh. Kerapuhan regulasi digunakan para pemodal untuk mengakumulasi kekayaan. Memanglah pelaku ekonomi pada dasarnya menampilkan watak asosial dan mencari untung. Setelah pemberlakuaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diamandemenkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, wewenang mengeluarkan izin pemberian kuasa pertambangan dan IUP beralih dari pemerintah pusat ke Pemda. Peralihan ini, memudahkan para pemodal domestik dan asing berinvestasi. Untuk mencari untung, para pemodal itu bersahabat mesra dengan Pemda.

Persahabatan mereka bersifat instrumental. Artinya, hanya sebagai alat dalam pencapaian kepentingan diri. Itulah yang menjawab teka–teki mengapa banyak penjahat, seperti penambang illegal, dibiarkan begitu saja oleh Pemda.

Selalu Cari Celah

Pertambangan di NTT adalah contoh ulah para penjahat. Sebuah kapal milik TNI AD berisi 3.000 ton hasil penjualan mangan illegal ditahan aparatur kepolisian di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya (Timor express, 15/5/2011). Penjahat memang selalu mencari celah untuk mencuri. Celah itu, ada dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 43, Ayat (1) dan (2) memberi kesempatan kepada pemegang IUP eksplorasi menjual mineral yang sudah tergali meski ada penegasan bahwa tambang hasil eksplorasi yang dijual wajib dilaporkan kepada pemberi izin, gubernur, bupati/walikota atau menteri.

Persoalannya, pemerintah lokal ikut bermain di dalamnya. Kepala Dinas Pertambangan NTT dijerat hukum lantaran terlibat kasus penjualan mangan illegal (Kompas, 25/10/2010). Menangkal bajingan, sebenarnya mudah apabila negara dengan seperanglkat alatnya-hukum dan regulasi-selalu siaga. Namun, bagaimana menjaga penjahat jika aparatur negara terlibat dalam penjualan mangan illegal.

Keterlibatan pemerintah lokal dalam penjualan tambang illegal bukan tanpa alasan. Semua pihak paham bahwa demokrasi kita, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, diselimuti politik uang. Di tengah sistem politik yang memberhalakan uang, pemerintah tak perlu memberi karpet merah kepada investor hanya untuk mencalonkan diri lagi ke Pilkada berikutnya.

Ada garis pararel antar perusahaan (kapitalisme) dan politisi (partai politik) dalam demokrasi. Keduanya memerlukan kompetisi terbuka. Dalam kapitalisme, antar perusahan merebut konsumen plus akumulasi. Dalam demokrasi, kompetisi antar parpol merebut pemilih. Kompetisi seperti ini, bagai hukum alam: siapa bermodal kuat akan menang dalam pertarungan.

Konsekuensinya, parpol mereduksi rakyat menjadi semata-mata konsumen. Deposisi serba pasar ini, mengamputasi lingkup publik demokratis. Pilihan atas dasar pasar melemahkan pilihan politik, karena pilihan individu mendahului keputusan kolektif. Politisi akhirnya mengabaikan konsep ruang publik sebagai tempat berdiskusi tentang pilihan-pilihan kolektif.

Resikonya, tawar elemen masyarakat mengajukan pembangunan alternatif (nirtambang) dengan pertimbangan ekologis dan pelestarian budaya lokal tak pernah didengar oleh Pemda. Pemda di NTT. Misalnya, menganggap tambang sebagai harga mati untuk mengangkat kesejahteraan rakyat. Ironisnya, publik tidak pernah paham berapa kapasitas produksi dan penjualan mangan setiap tahun. Jika, publik paham informasi seputar pembukuan perusahaan, kalkulasi berupa royalty yang masuk ke kantong daerah bisa dilakukan dengan tepat. Namun, semua informasi seputar tambang telah dikontrol investor dan pemerintah lokal.

Realitas ini, disebut oleh ekonom Josep Stiglitz sebagai asimetri kekuasaan. Artinya, kekuasaan lebih memberi akses mudah bagi pemodal daripada rakyat untuk mengontrol sumber kekuasaan daerah. Akibatnya konsekuensi pertambangan yang bertujuan pembangunan jangka panjang, hanya dimenangi pengusaha ekonomi dan gagal mengangkat rakyat. Mengorbankan rakyat adalah wajah demokrasi kita yang diselimuti politik uang. Pemerintah bukan lagi abdi rakyat, melainkan berubah jadi bandit atau perpanjang tangan pengusaha. Kesejahteraan rakyat terbengkelai. Otonomi daerah tak lagi bertujuan mendekatkan pemerintah pada kondisi riil warga, tetapi semakin menjauh dari kondisi riil warga lokal.

Pilihan Rasional

Bagaimana menyelamatkan agenda otonomi daerah dari penjahat seperti itu? Kebijakan publik harus rasional. Rasional tidaknya kebijakan di lihat saat pemerintah menimbang aspirasi rakyat. Partisipasi rakyat dalam pembangunan penting untuk mencegah konflik kepentingan.

Dalam konteks pertambangan, pemberian izin konsesi harus transparan. Rakyat perlu paham apa yang akan diproduksi, berapa banyak produksi, dan berapa yang masuk ke kantong daerah. Ini mempermudah kontrol. Dengan pilihan rasional, rakyat juga berhak menolak investasi pertambangan. Pemerintah tak bisa memukul rata semua daerah di Indonesia cocok untuk pertambangan. Maka, pemerintah perlu menyusun strategi pembangunan berdasarkan keunggulan dan kelemahan setiap daerah.

NTT, misalnya, hanya cocok untuk sektor pertanian dan pariwisata. Potensi pariwisata di daerah itu amat besar. Angkat saja Taman Nasional Komodo dan Danau Kelimutu. Investasi pertambangan justeru merusak wisata yang instrumental meningkatkan devisa negara dan mensejahteraakan rakyat. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah lokal menarik minat investor dengan mengangkat daya saing melalui pembangunan transportasi, listrik, fasilitas air minum, dan prasarana fisik lain.

FERDY HASIMAN
Peneliti di Indonesia Today, Jakarta.

Andi Harus Menjelaskan Kenapa Surat Itu Tersimpan Lama, Putu : Andi Nurpati Patut Dicurigai

DENPASAR, NAGi. Kasus munculnya surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) terus bergulir dan Bareskrim Mabes Polri pun telah turun tangan untuk mengusut asal muasal surat palsu tersebut. Anggota KPU I Gusti Putu Artha, yang juga diperiksa oleh Mabes Polri, membeberkan bahwa Andi Nurpati patut dicurigai karena sempat menyimpan surat asli MK begitu lama.

Dikatakan Putu, pada tanggal 14 Agustus surat palsu nomor 112 itu diterima KPU, dan surat asli yang disimpan Ibu Andi Nurpati tertanggal 17 Agustus, tapi baru dibuka pada rapat pleno 11 September. “Sekarang tugas Ibu Andi yang menjelaskan kenapa surat itu tersimpan begitu lama," tantang Putu Artha, semua proses perhitungan di KPU transparan dan berdasarkan rumus yang sudah ditetapkan.

Perbedaan surat palsu melalui faksimile MK yang belakangan diketahui nomor faksimile tersebut sudah lama tidak terpakai dengan surat asli tertanggal 17 Agustus tersebut adalah adanya penambahan suara. Di surat palsu tersebut ada penambahan suara Dewi Yasin Limpo dari 46 ribu menjadi 70 ribu lebih, sementara di surat asli tidak ada penambahan, bahkan berkurang.
Bola panas surat palsu MK ini, terus menggelinding kencang dan diduga masih ada 10 surat palsu MK lainnya yang akan diproses secara hukum. Putu Artha yang menegaskan dirinya siap mundur jika terbukti terlibat meminta polisi dan Panja Mafia Pemilu mengusut tuntas masalah ini karena merupakan pelanggaran konstitusi berat. (gito).

Tidak Akan Memecat Kadernya Andi Nurpati, Ibas Sindir Mahfud MD

SEKRETARIS JENDERAL PARTAI DEMOKRASI (PD), Edhie Baskoro mengatakan, partainya tidak akan memecat salah satu kadernya, Andi Nurpati, yang saat ini tengah dirundung kasus dugaan pemalsuan dokumen Mahkamah Konstitusi (MK). PD, katanya, menganut asas praduga tak bersalah. Pada kesempatan tersebut, Ibas, demikian Edhie biasa disapa, mempertanyakan mengapa kasus yang terjadi pada tahun 2009 baru dilaporkan Ketua MK, Mahfud MD ke aparat penegak hukum. Ibas mengatakan, Mahfud seperti memiliki niat yang berlatar politis.

"Kalau saya melihat ini, kembali dibuka, kan ini sama saja melihat permasalahan yang seharusnya sudah selesai dari dulu. Menurut saya, ini tidak bagus apabila, jika kita terus berlarut-larut,” harap Ibas, apalagi terkesan politis sekali terhadap salah satu kader PD.
Dikatakan, Ibas PD menyerahkan penyelesaian kasus ini, kepada kepolisian. Jika kepolisian pada akhirnya tidak menemukan adanya bukti yang dapat menyeret Andi ke ranah hukum, Ibas meminta tak ada lagi pihak yang terus menggulirkan kasus ini.

Kepolisian Didesak

Sementara itu, kepolisian didesak segera melakukan langkah konkret untuk menindaklanjuti dugaan pemalsuan surat MK. Integritas polisi dipertaruhkan dalam kasus ini, terutama karena kasus pemalsuan surat tersebut diduga melibatkan pejabat di partai penguasa. "Polisi jangan melihat dia (Andi Nurpati) adalah pejabat di partai politik yang sedang berkuasa. Kalau demikian, anggapan bahwa selama ini mereka hanya memproses orang-orang kecil menjadi benar adanya," kata ahli hukum pidana Universitas 45, Makassar, Marwan Mas.

Desakan serupa juga diungkapkan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar. Menurut Marwan, keseriusan polisi dalam menangani kasus itu akan menjadi pijakan dalam menangani kasus serupa pada pemilu selanjutnya. Pasalnya, hal itu merupakan kejahatan konstitusi yang membahayakan demokrasi dan penegakan hukum. Menurut Zaenal Arifin Mochtar, “Polisi bisa mengadukan hal itu ke Ombudsman, jika polisi tidak segera menunjukkan langkah konkret,” saran Mochtar, apabila tidak diprosesnya laporan pengaduan selama setahun lebih itu bisa dianggap sebagai tindakan menunda-nunda.

MK melaporkan dugaan pemalsuan surat MK sejak 12 Februari 2010, yang diduga melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, saat itu. Laporan itu disampaikan Panitera MK saat itu, Zainal Arifin Hoesein. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya. Zainal Arifin Hoesein, saat dikonfirmasi, mengaku belum mendapat surat panggilan untuk dimintai keterangan terkait dengan laporannya. Kemarin, mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi mengaku kediamannya pernah digunakan untuk membuat konsep surat oleh Masyhuri Hasan, juru panggil MK, yang diberhentikan terkait dengan kasus tersebut.

Hasil Tim Investigasi Internal MK yang diketuai Abdul Mukhtie Fajar mencurigai keterlibatan Arsyad, tetapi dengan tegas Arsyad membantahnya. Ia juga membantah dugaan keterlibatan putrinya, Neshawaty.

Seperti diberitakan sebelumnya, surat palsu dibuat bertanggal 14 Agustus 2009. Surat itu menyatakan ada penambahan suara untuk Partai Hanura di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I (Kabupaten Gowa, Takalar, dan Jeneponto). Padahal, sesuai dengan amar putusan MK pada perkara 084/PHPU.C/2009 yang dimohon Partai Hanura, bukan penambahan suara, melainkan jumlah suara (perolehan suara). Saat ini, tutur Marwan, merupakan masa-masa Partai Demokrat membersihkan diri. (nico/wem/wawan).

Partai Demokrat Dirundung Masalah, Para Petinggi Terjerat Hukum

MALANG, NAGI. PARTAI DEMOKRAT (PD) dirundung masalah, para petinggi mulai satu persatu dibuka aibnya. Mulai dari kasus Muhammad Nazuruddin (33) dikaitkan dengan dugaan suap dalam proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan dan diungkit masalah sebelum menjabat sebagai Bendahara Umum PD yaitu, dugaan korupsi dalam proyek pengadaan sarana pendidikan tahun 2007. Kemudian bermunculan “dugaan” pemalsuan dan penggelapan surat Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati. Berikut siapa petinggi PD yang diungkit ke pemukaan dan akan bermasalah dengan hukum. Para politisi di Senayan menilai Pemilihan Umum tahun 2009 penuh dengan rekayasa dan perlu diungkit, karena diduga KPU banyak merekayasa suara-suara, dan masyarakat mulai hilang kepercayaan akan kredibilitas Pemilu, dan berbagai kasus bisa dibeberkan di MK. Hal ini, merupakan kejahatan konstitusi yang membahayakan demokrasi dan penegakkan hukum. Maraknya praktek politik uang dalam setiap pemilihan kepala daerah (Pilkada) berdampak pada banyaknya koruptor terpilih menjadi pejabat. Tindakan semacam ini, memberi dampak semakin sulitnya tindak pidana korupsi diberantas. Wartawan NAGi di berbagai daerah mengirimkan berita ini, dalam bentuk tiga tulisan.

Pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi,
Mahfud Beberkan Permainan Andi Nurpati

KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI (MK), Mahfud MD, membeberkan kasus “dugaan” pemalsuan dan penggelapan surat MK yang dilakukan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati. Pihaknya telah mengirimkan surat terkait status Dewi Limpo dengan nomor 112/PAN. MK/VIII/2009 dan 113/PAN. MK/VIII/2009 kepada Andi Nurpati tanggal 17 Agustus 2009. Saat itu, menurut Mahfud, Andi sendiri yang meminta surat-surat itu langsung dikirim ke alamatnya. Namun, saat pertemuan KPU pada 20 Oktober 2009, Andi hanya memberikan surat dengan nomor 113.

Mahfud mempertanyakan, di mana satu surat bernomor 112 yang telah diberikan pada Andi Nurpati. "Andi Nurpati mengatakan bahwa surat MK No 112/PAN. MK/VIII/2009 tanggal 17 Agustus 2009 tidak ada stempel MK. Padahal, dua surat sudah dikirim pada hari yang sama, dengan tanda terima yang sama. Mengapa yang bernomor 113 ada, sementara yang nomor 112 tidak ada? Padahal Andi sendiri yang meminta surat itu dikirim ke alamatnya, semuanya itu berdasarkan kesaksian sopirnya (Andi Nurpati) Aryo dan Matnur di Komisi II DPR,” beber Mahfud, surat itu sengaja diabaikan dan disimpan diarsip oleh Andi,, sehingga tak dibawa ke rapat pleno KPU dan pada Ketua KPU.

Selanjutnya Mahfud beranggapan, jika Andi menyatakan tidak ada stempel, kenapa tidak ditanyakan pada MK untuk memperoleh kepastian surat itu. "Ketika menerima surat itu, Andi Nurpati tidak persoalkan bahwa surat itu tidak berstempel, kepada MK. Harusnya bisa ditanya, jika memang tidak ada stempelnya,” tegas Mahfud, sampai hari ini surat itu pun tidak pernah ditunjukkan, apalagi dikembalikan ke MK.

Menurut Mahfud, Andi Nurpati justeru menunjukkan surat nomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 yang ternyata palsu. Apalagi, Andi menyebutkan bahwa surat itu, dikirim melalui faksimile. Padahal, kata Mahfud, MK tidak pernah memberikan surat melalui faksimile dengan nomor yang disebut oleh Andi Nurpati. "Dari surat itu (yang palsu) tertera faks MK bernomor 021-3800239. Tetapi, dari PT Telkom menegaskan nomor faks tersebut sudah tidak aktif digunakan lagi sejak Juli 2009 dan tidak ada surat yang dikirim melalui faks tersebut pada tanggal 14 Agustus 2009 seperti yang disebut Andi Nurpati," ungkap Mahfud, juga menegaskan, pada rapat pleno KPU 2 September 2009, Bawaslu telah menyatakan keberatan atas keputusan KPU yang berdasarkan surat palsu itu, karena dianggap tidak sesuai dengan putusan MK No 84/PHPU.C/VII/2009. Namun itu, diabaikan oleh Andi Nurpati.

Di Kabupaten Lembata, Bansos Rp 3 Miliar untuk Gapoktan

LEMBATA, NTT, NAGi. Dalam rangka mempercepat pencairan dana bantuan sosial (Bansos) pada Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar workshop dengan para kelompok tani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) selama empat hari yang diikuti 113 kelompok penerimaan manfaat. Dana bansos pusat untuk kelompok tani mencapai Rp 3 miliar.

Workshop ini, digelar di halaman depan dinas itu pekan lalu. Para ketua kelompok sibuk menandatangani perjanjian kerjasama kelompok dengan dinas. Untuk mencairkan dana Bansos setiap kelompok wajib memiliki rekening di bank. Bagi yang belum memiliki rekening kelompok, harus membuka rekening terlebih dulu.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lembata, Virgilius Natal, SP, mengatakan, workshop bagi para kelompok tani atau Gapoktan ini, digelar selama empat hari. “Mereka diberi penjelasan serta dimintai penyelesaian administrasi dalam kaitan perjanjian kerjasama dan kelengkapan dokumen untuk proses permintaan keuangan kelompok. Dana bantuan sosial bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten Lembata. Tuntutan dari pusat bahwa sampai akhir Juni 2011 dana Bansos sudah harus ada di rekening kelompok minimal 60 persen,” jelas Virgilius, karena itu workshop dipercepat.

Ada pun jenis kegiatan, menurut Virgilius, di bidang kehutanan ada kebun bibit desa, penghijauan dan pengkayaan vegetatif dan konservasi tanah dan air. Untuk bidang pertanian, ada pengeloaan lahan dan air serta Sekolah Lapangan, Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). “Sementara bidang perkebunan ada pengembangan kelapa rakyat. Total dana dari pusat sekitar Rp 3 miliar,” tutur Virgilius, alokasi besaran dana untuk masing-masing jenis kegiatan sudah standar ditetapkan pusat melalui perhitungan yang matang. (alex/kp)

Jumat, 03 Juni 2011

Hak Interpelasi DPRD Kabupaten Malang “Terancam” Batal, Rendra Memiliki Senjata Ampuh Mematikan

MALANG, NAGi. Seperti sudah diduga, DPRD Kabupaten Malang menggunakan “hak interpelasi” gara-gara Bupati, H Rendra Kresna dan Wakil Bupati Malang, H Ahmad Subhan meninggalkan wilayah Kabupaten Malang hampir bersamaan Vacum of Power (kekosongan kekuasaan). Sedianya rapat paripurna mendengar jawaban bupati tanggal 10 Mei lalu, dibatalkan sepihak oleh DPRD, dengan alasan rapat interen kocok ulang pimpinan komisi, sehingga membuat para Pimpinan Forum Koordinasi Daerah (Muspida) satu persatu meninggalkan gedung DPRD di Kepanjen, menyusul bupati, wakil bupati, para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan camat. Interpelasi ditunda sampai batas waktu tidak ditentukan. Jadi, hak interpelasi digunakan hanya bersifat “Pesona Nongaratakan” atau ibarat “Senjata Tanpa Peluru” hanya digunakan untuk gagah-gagahan dan menakuti bupati, tetapi tak dapat mengeluarkan peluru untuk menembak sasaran. Hampir sebulan tenggang waktu, ternyata Rendra memliki senjata ampuh mematikan lawan politik anggota dewan, ternyata isu yang berkembang PKB sebanyak delapan orang dan PKS empat orang membalik arah mendukung Rendra-Subhan, sehingga posisi 33 menolak, 17 mendukung. Interpelasi terancam batal atau buyar.

Anggota DPRD menilai, Rendra-Subhan hampir bersamaan meninggalkan Malang, 21 Maret Rendra selama tiga minggu mengikuti pembekalan di Jakarta dan Subhan meninggalkan tanah air 24 Maret selama 15 hari ke Umroh di Mekah. Hal ini, menurut pandangan sebagian anggota DPRD terjadi kekosongan kekuasaan, sehingga 10 Mei sebanyak 33 anggota dari Fraksi PDI-P (13 orang), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (delapan orang), Fraksi Partai Hanura Gerakan Nasional (delapan orang), Fraksi Partai Keadilan Bangsa (empat orang), minus partai pendukung Rendra-Subhan yaitu; Fraksi Partai Golkar (Sembilan orang), Fraksi Partai Demokrat (delapan orang) berjumlah 17 orang tidak menyetujui interpelasi.

Tetapi, kalangan prakarsa usulan hak interpelasi agar jangan “kehilangan muka”, terpaksa pada pertengah Juni nanti akan tetap menggelarkan paripurna, tetapi komposisinya sudah berbalik. Bola panas ini, sekarang berada di tangan Ketua DPRD Kabupaten Malang, Drs Hari Sasongko yang juga merupakan anggota Fraksi PDI-P, apakah bisa meredam para anggotanya, atau sebagai ketua bisa memainkan perannya untuk menjinakan para pendukung interpelasi. Atau sebaliknya, tetap pada semula. Tetapi, banyak kalangan yakin Sasangko masih mempunyai kewibawaan dapat meredam para anggota dewan itu.

Rendra telah memiliki senjata pamungkas untuk menyerang balik para pendukung interpalsi. Senjata itu, sudah digemgam Rendra, tinggal saja membuka truf kartu, keceroboaan para anggota dewan. Hal ini, kesalahan para anggota dewan yang tergabung dalam komisi-komisi, telah meminta keuangan dari SKPD untuk suatu kunjungan kerja baru-baru ini. Walau pun, anggota DPRD yang mewakili komisi sudah mengembalikan beberapa hari sebelum kunjungan kerja tersebut. Tetapi, Rendra bisa menggunakan tekanan politik kepada anggota DPRD dengan “bargaining”, hak interpelasi dibatalkan saja oleh dewan. Masih banyak, amunisi (peluru) yang disimpan Rendra dalam membidik sasarannya, satu per satu akan dibukanya.

10 Pertanyaan Dewan

Rendra mengatakan, siap untuk menjawab sekitar 10 pertanyaan dari anggota dewan apakah kekosongan kekuasaan secara fisik (tempat) atau komando. Menurut Rendra, jika secara fisik dengan kemajuan teknologi yang begini pesat, walau pun di Jakrta, bahkan di kutub pun bisa melakukan koordinasi dan komando. “Karena Sekretrais Daerah (Sekda) mempunyai tugas dan kewajiban membantu bupati dalam menyusun kebijakan dan mengordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis, serta bertanggung jawab kepada bupati,” jelas Rendra, yang juga Ketua DPC Partai Golkar Kabupaten Malang, secara teknis akan dibantu olek SKPD, semuanya berjalan lancar dan terkoordinasi selama dirinya tidak berda di Malang.

Rendra bertanya, apa selama tidak berada di wilayah Kabupaten Malang, para staf telah mengambil kebijakan pemerintah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. “Semuanya tidak ada yang melakukan pengambilan kebijakan baik, Sekda, atau para SKPD. Semua berjalan lancar sesuai tugas masing-masing, sehingga tidak ada satu pun anggota masyarakat yang keberatan atau demo tentang kebijakan yang diambil ketika tidak berada di tempat,” elak Rendra, yang juga Ketua DPD SOKSI Provinsi Jawa Timur, tetapi semua ini sudah berjalan, maka pihak pemerintah tetap akan menjawab, jika ada rapat paripurna antara dewan dan eksekutif dijadual ulang.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Malang, Hari Sasangko mengatakan, tetap interpelasi akan terus bergulir dan dalam rapat paripurna tersebut, dan akan meminta jawaban dari kepala daerah. “Walau pun ada isu sebagian anggota dari fraksi menarik dukungan, tetap paripurna akan tetap berjalan seperti rencana. Hasilnya itu, tunggu kemudian, kita belum mengadakan paripurna,” ucap Sasangko, mantan Sekretaris DPC PDI-P Kabupaten Malang, ditunda hanya penyesuaian jadual saja, nanti dibahas ulang penjadualannya di Badan Musyawarah (Banmus) pada awal bulan Juni ini.

Dikatakan Sasangko, interpelasi itu dinamika demokrasi, walau pun hubungan pribadinya mau pun partai dengan Rendra-Subhan baik-baik saja, selalu berkomunikasi di Pimpinan Forum Komunikasi Daerah, tetapi yang dilakukan adalah garis kebijakan partai yang disalurkan ke Fraksi PDI-P di DPRD. “Hak interpelasi itu, sebagai hak DPRD un tuk meminta keterangan kepala daerah, tetapi jawaban apa sesuai dengan keingan anggota DPRD secara hukum dan fakta, nanti kita ketahui jawabannya” ungkap Sasangko, jika jawaban kepala dearah dalam interpelasi ini tidak memuaskan, maka bisa saja DPRD menggunakan rekomendasi penyelesaian atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dengan hak menyatakan pendapat tentang kebijakan kepala daerah. (bala/faby/ger)

Pembukaan Jambore Pemuda Indonesia di Malang Meriah, Dinas Pendidikan Mengerahkan 40 Ribu Guru dan Siswa

MALANG, NAGi. Pembukaan Jambore Pemuda Indonesia (JPI) dan Bhakti Pemuda Antar Provinsi (BPAP) 2011, Rabu (1/6) yang dibuka oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Mallarangeng tepat jam 19.30 wib di Satadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang secara meriah. Penuh kebersama menjalinkan tali persaudaraan antar daerah yang beragam suku, ras, agama, dan etnis. Acara ini, dihadir pemuda dari utusan 33 provinsi seluruh Indonesia, dengan devile seluruh peserta berjumlah 1.300 orang, dan diakhiri dengan persembahan Tarian Terima Tamu oleh penari pemuda-pemudi asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terkenal dengan minyak cendana, Danau Tiga Warna Kelimutu dan Binatang Purba Komodo yang telah masuk calon tujuh keajaiban dunia. Pekan JPI dan BPAP akan berlangsung dari tanggal 1 sampai dengan 6 Juni 2011.

JPI yang dihadiri Gubernur Jawa Timur, Soekarwo panggilan akrabnya Pak De, Bupati Malang, H Rendra Kresna, Forum Komunikasi Daerah (Muspida) tingkat Provinsi Jatim dan Kabupaten Malang, para bupati/walikota se Jatim, dan beberapa bupati/walikota yang mendamping pesertanya, dan memeriahkan acara ini Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Drs Suwandi, MSc, MM mengerahkan sekitar 40 ribu guru dan siswa SLTP/SMA/SMK negeri dan swasta memadati Stadion Kanjuruhan. Acara ini, dibuka dengan Marchinband yang dimainkan 80 orang siswa MTS Anur Bululawang, Kabupaten Malang menunjukkan kebolehannya memainkan empat lagu. Marchinband ini, pernah menjuara internasional yang diselenggarakan di Surabaya, dan meraih juara umum tingkat nasional 2010 dan 2011 dalam kejuaran Hari Ulang Tahun Kota Malang.

Acara ini, juga diramaikan dengan pertandingan Sepak Bola Api antara klub PPAI Al-Kamorah Curunrejo-Kepanjen yang dibawah pimpinan Kepala Dinas Pendidikan Malang, Suswandi dengan Pemuda Fatul Salam Ampel Jawa Timur di bawah pimpinan Wakil Gubernur, Saifullah Yusuf, dan berakhir dengan kemenangan Al-Kamoroh sekor 2-1. Malam itu, langit Kanjuruhan berpancarkan kemilauan aneka petas bunga api, menambahkan riuhnya acara yang disertai padamnya lampu penerangan di stadion selama lima menit, berdentum kembang api dengan warna-warni.

Devile para peserta dari 33 provinsi ini, dengan kekhasan pakian adat melintas di depan tribun kehormatan, mendapat tepuk tangan para hadirin yang memadati Stadion Kanjurahan, sebelum acara berakhir Dr Maya Rumantir mendendangkan lagu ciptaannya bersama dengan paduan suara pemuda dari 33 provinsi di tanah air, yang berjudul “Mars Jambore Pemuda Indonesia”.

Sebelumnya laporan Ketua II Pelaksana JPI, Dr Abdul Malik, SE, MSi, para peserta yang mengikuti JPI dan BPAP sebanyak 1.300 orang, yang telah melalui seleksi secara berjenjang di masing-masing kabupaten/provinsi yang bersangkutan.

Satand 33 Provinsi

Mulai siang hari masyarakat sudah memadati Stadion Luar Kanjuruhan untuk menyaksikan 33 provinsi di satandnya masing-masing dengan mempromosi kebudayaan daerahnya dan keunggulan hasil produksinya. Seperti terlihat di stand Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak pengunjung yang memadati untuk menyaksikan alat musik Sasando, dan Topi Rote yang terbuat dari daun lontar, serta berbagai kain tenun dari 17 kabupaten/kota yang beragam coraknya.

Setelah usai acara pembukaan, Menpora Andi Mallarangeng bersama Pa De, Rendra, mengunjungi 33 stand provinsi, tidak ketinggalan juga stand yang dibangun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Malang, saling mempromosi produk unggulnya kepada masyarakat Indonesia yang berkumpul selama sepekan di Malang. (bala/ger)

DPRD Kota Batu, Membahas RTRW Kota Batu

BATU, NAGi. Selama bulan Juni mendatang, anggota DPRD Kota Batu sibuk membahas Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Batu, karena dinilai para eksekutif, legislatif, dan masyarakat sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan Kota Batu yang begini pesat.

Wakil Ketua DPRD Kota Batu, Mohamad Suhadi, SH mengatakan, pembahasan RTRW ini setiap lima tahun harus ada perubahan, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota. “RTRW yang ada, adalah rencana selama 20 tahun, tetapi setiap lima tahun perlu direvisi, karena perkembangan kota begini pesat harus ditata kembali,” kata Suhadi, mantan Ketua DPC Partai Golkar Kota Batu.

Dikatakan Suhadi, tanggal 6-7 Juni ini akan dilaksanakan Rapat Kerja Pansus RTRW dan rapat koordinasi bersama dengan DPRD Provinsi Jawa Timur, ini adalah merupakan rapat kerja. “Pada tanggal 9-13 Juni rapat pansus bersama Tim Otoda dari Pemerintah Kota Batu, sehingga diharapkan tangal 16 Juni sudah selesai semua dan dilakukan rapat paripurna,” tutur Suhadi, yang juga calon Walikota ketika bersama saingan beratnya Eddy Rumpoko, yang kini menjadi Walokta Batu.

Menurut Suhadi, memang pembahasan RTRW ini sangat penting untuk menata Kota Batu lebih terarah, tetapi prosedur, mekanisme juga harus diperhatikan oleh dewan dan eksekutif, sehingga pada akhirnya berbuah hasil yang bermanfaat kepada warga Kota Batu. “Penataan RTRW ini, untuk kepentingan warga Kota Batu, sehingga pemerintah dan dewan perlu untuk membahasnya,” harap Suhadi, dengan adanya RTRW ini, menjadi legalitas yang harus dipegang masyarakat dan pemerintah, serta dewan dalam pelaksanaannya harus konsekuen. (ger)

Rp 15 Miliar untuk Pembangunan Pasar di Kabupaten Malang, Pembangunan Pasar Tumpang Rencana Rp 5 Miliar

MALANG, NAGi. Pemerintah Kabupaten, melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar merencanakan akan mengusul ke pemerintah pusat untuk membangun 11 pasar di berbagai kecamatan dalam wilayah Kabupaten Malang. Sumber dana itu, diperoleh dari APBN Perubahan 2011, sebagai tugas pembantu. Sebagian dana itu, sebesar sekitar Rp 5 miliar untuk pembangunan Pasar di Kecamatan Tumpang.

Kepala Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Malang, Dr H Rudianto, MA mengatakan, pembangunan pasar-pasar di berbagai kecamatan itu sudah mendesak, karena ada yang sudah tidak layak digunakan lagi dan tidak sesuai dengan daya tampung. “Pembangun pasar-pasar itu, sangat penting dalam meningkatkan produktivitas dan perputaran arus ekonomi keuangan di kecamatan, serta semua komuditas dalam rangka mewujudkan ketahanan perekonomian di pedesaan dan berdaya saing yang wajar,” jelas Rudianto, mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Malang, ketika ditemuai di pameran Jambore Pemuda Indonesia dan Bhakti Pemuda Antar Provinsi, Rabu (1/6) di Stadion Kepanjen.

Pihaknya juga, kata Rudianto mempersiapkan pembangunan pasar untuk tahun 2012 dengan program Revitalisasi Pasar, sehingga pasar-pasar yang berada di kecamatan-kecamatan layak untuk digunakan. “Kami sedang mempersiapkan, sehingga pasar di kecamatan–kecamatan itu dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya dan meningkatkan kemampuan mengelola pasar, maka diperlukan bantuan pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang layak dan pantas,” kata Rudianto, mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Malang, sekarang ada 33 pasar tersebar di 33 kecamatan, hal ini juga untuk mengantisipasi persaingan antara pasar tradisonal dan swalayan yang telah masuk ke desa-desa.

Secara terpisah Camat Tumpang, Drs Suwaji, SIP, MSi mengatakan, rencana pembangunan pasar tumpang masih dalam tahap renacana. “Pihak pemerintah kecamatan sedang melakukan musyawarah dengan pemilik-pemilik kios atau bedak, dan pengelola pasar. Kami berharap tidak adanya kerugian dari pedagang yang selama ini menempati lokasi tersebut, sehingga tidak ada yang komplen atas kebijakan nanti,” ungkap Suwaji, mantan Camat Turen, mengharapkan semuanya berjalan sesuai dengan rencana dan aturan main yang jelas.

Pembangunan pasar ini, sudah tepat waktunya, karena pasar di Tumpang sudah melampaui daya tampung dan kondisinya sangat memprihatinkan. “Kami berharap Pemerintah Kabupaten Malang melalaui dinas pasar memperjuangkan dana tersebut dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, warga dan pedagang di Tumpang harus mendukung, sehingga alokasi dana itu tidak beralih ke kecamatan lain,” harap Suwaji, mantan Camat Kalipare, para pedagang dan pengelola harus bermusyawarah untuk mengambil keputusan yang baik. (bala/ger)

Membangun Akhir Bulan Juni 2011, Jembatan Metro Menelan Biaya Rp 3 Miliar

MALANG, NAGi. Jembatan Metro merupakan perbatasan antara Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang yang ambruk tahun lalu, bulan Juni akan mulai dikerjakan. Sebelumnya dana melalui APBD Perubahan 2010 sudah dibangun fondasinya senilai Rp 800 juta, dan untuk bentangan atasnya menelan biaya sebesar Rp 3 miliar. Hal ini, diambil dari dana keseluruhan untuk pembangunan jembatan di wilayah Kabupaten Malang dalam APBD 2011 tersedia sebesar Rp 8 miliar.

Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Malang, Ir Mochamad Anwar mengatakan, pembangunan fondasi dilakukan pada akhir tahun 2010 diambil dari APBD Perubahan sebesar Rp 800 juta. “Kami sediakan dana secara bertahap, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, sehingga untuk tahap kedua ini dialokasikan dana untuk jembatan Metro sebesar Rp 3 miliar,” jelas Anwar, semua proses tender sudah dilaksanakan, dan rencananya akhir Juni ini, sudah bisa dikerjakan.

Pembangunan Jembatan Metro ini merupakan sekala prioritas untuk mendukung arus angkut barang dari dan keluar Kecamatan Wagir. “Kecamatan ini, ada banyak pabrik rokok, dan pabrik lainnya, sehingga truk-truk pengangkut bahan pokok bisa teratasi. Selain itu, ketika musim giling tebu, truk-truk yang melintasi di jalan dan jembatan tersebut berbobot lebih dari 10 ton,” tutur Anwar, sehingga perlu segera dibangun, dan mempermudah para pekerja yang melintasi jembatan tersebut.

Menurt Anwar, pembangunan jembatan itu ada perubahan letaknya, dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. “Kami memindahkan atau menggeserkan jembatan tersebut, sehingga mengepras rumah penduduk Desa Mandalanwangi yang ada di pinggir jembatan dan bangunan di sepanjang dinding Pabrik Gula Kebonagung, Desa Kebonagung harus dibongkar, karena jalanya diarahkan lurus dengan jembatan. Selain itu, ada jalan untuk roda empat untuk masuk ke Desa Kebonagung,” kata Anwar, dan berterimakasih atas kerjasama antara Pemerintah Desa, dan pemilik bedak-bedak, mereka membongkar sendiri dengan iklas, demi pembangunan jembatan itu. (bala/ger)

Penyidik Polres Kepanjen Memaksa Kehendak, Garap Tanah Milik Sendiri di “Tipiring”

MALANG, NAGi. Penyelundupan hukum model baru, kini mulai marak di wilayah hukum Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang). Berawal dari serakah seorang ahli waris, berujung pemidanaan saudara sendiri. Kasus ini, terjadi di Polres Kepanjen (Kabupaten Malang) penyidik memaksa kehendak seorang Subadri, teganya memidanakan sadara-sudaranya sendiri dan merebut harta warisan bersama peninggalan orangtua mereka. Enam bersaudara itu adalah Trijuiati, Solikin bin Tajab, Nastaim bin Osen, Masad bin Nubi, Suji bin Osen, serta Achmad Kudari kesemuanya warga Desa Wiringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang dituduh merampas atas dugaan penguasaan tanah tanpa seizin yang berhak, sebagaimana dalam Pasal 6, Ayat (1) Undang-Undang Nomor 51/PRP/Tahun 1960. Akhirnya Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen dengan hakim tunggal Cokro, dalam sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) memutuskan satu bulan pidana penjara atau tiga bulan pidana bersyarat.

Hal serupa, dialami Drs R Judo Asmoro, warga Perumahan Araya B6 Nomor 22, Kecamatan Blimbing, Kota Malang gara-gra seolah-olah menjual rumah miliknya kepada mantan Panglima Kostrad, Hadi Waluyo seharga Rp 4 miliar. Tetapi, baru dibayar Rp 300 juta, dengan sidang di PN Kota Malang, Tipiring penuh rekayasa berminggu-minggu, Judo harus mendekam dalam Lembaga Pemsayarakatan (LP) selama dua bulan, dan rumah/tanah beralih menjadi miilik Hadi Waluyo. Kasus ini, setelah Yudo Asmoro melakukan Peninjaun Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) tetang pidana dua bulan, dikabulkan MA, sedangkan kasus rumah/tanah masih dalam kasasi di MA.

Menurut Penasehat Hukum kelima bersaudara itu, Romawi Rahman, SH, penerapan aturan tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta hukum, dimana para tersangka sejak awal sudah mengerjakan dan menguasai tanah hak waris milik bersama yang ditinggalkan orangtua mereka Mukayah. “Usut-punya usut, ternyata hasrat menguasai tanah sawah seluas 5.330 meter persegi sebagai tertera dalam buku Letter C Desa Nomor 683, Persil Nomor 12 kelas SII yang terletak di Dusun Nongkosongo, Desa Waringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang hingga saat ini tertulis atas nama Mukayah. Aneh bila pelapor Subadri yang tertuang dalam Laporan Polisi Nomor. Pol. LP/VII/2010/Jatim Res Malang tanggal 26 Juli 2010,” jelas Romawi, yang lebih aneh sidang Tipiring, ini berlangsung selama seminggu, seharusnya menurut ketentuan Tipiring berlangsung hanya sehari saja. Hal ini, ada indikasi Polisi dan hakim bermain mata.

Berbekal Surat Wasiat

Dikatakan Romawi, terungkap kengototan Subadri memidanakan saudara dan keponakannya sendiri, ternyata secara diam-diam semasa hidup Mukayah telah membuat surat wasiat yang menyebut bahwa objek sengketa menjadi bagian Subadri. Testamen itu, dibuat di hadapan Notaris, Eko Handoko Wijaya Nomor 100 tertanggal 4 Juni 1994. “Terlihat aneh, wasiat itu dibuat tahun 1994, Mukayah wafat tahun 2000, dan mengapa baru tahun 2010 diungkapkan Subadri, sehingga muncul kuat wasiat tersebut hasil rekayasa Subadri di saat Mukayah sakit-sakitan. Hal ini, membuat semua ahli waris bereaksi dan menolak surat wasiat itu. Apalagi, testamen itu jelas-jelas melanggar hak mutlak para ahli waris lain (Portie Legitime) sesama pewaris yang sederajat,” urai Romawi, selain itu warisan yang tidak adil dan bertentangan dengan hukum warisan.

Selanjutnya dijelaskan Romawi, seorang Subadri mendapatkan begitu banyak bagian hingga 14 item, sedangkan ahli waris lain hanya mendapatkan bagian yang sedikit. “Lebih aneh lagi dan mengherankan penyidik Polri menuruti laporan pidana yang dibuat Subadri tidak berdasar, karena sengketa warisan itu harusnya menjadi ranah perdata dan tidak dipaksakan menjadi pidana. Kasus yang besar ini, bisa dijadikan Tipiring. Ini, sungguh aneh, karena wasiat rahasia itu belum menjadi peralihan hak yang sah, apalagi ahli waris menolaknya,” ungkap Romawi, dan dapat dipastikan “Fraus Legis” seperti ini tidak patut diterapkan yang membawa akibat hukum merampas/memidanakan hak seseorang.

Dengan sidang Tipiring yang di bawa penyidik Polri ke pengadilan, kata Romawi adalah menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan mengada-adakan saja. Ada apa dibalik penerapan hukum yang menyimpang ini. “Tentu, kita semua sudah tahu, motivasi dari penyidik Polri dan Hakim,” timpal Romawi, surat wasiat itu belum tentu benar, jika sudah menjadi peralihan hak walau pun ada akta notaris, yang ternyata wasiat tersebut bertentangan dengan hukum, maka Notaris Eko perlu diperiksa oleh Polisi apakah ada kerjasama dengan Subadri.

Sementara itu, juru bicara para ahli waris dari Mukayah yang merasa dirugikan dengan ulah Subadri, Suryadi mengatakan mereka akan menuntut balik Subadri secara hukum. “Kami menghimbau penyidik Polres Kepanjen agar tidak memaksa kehendak sepihak dari saudara Subadri. Seharusnya dia menggugat ke pengadilan secara perdata, bukan memaksakan Tipiring,” kesal Suryadi, ulah para penyidik di Polres Kepanjen, hal ini pihaknya akan melaporkan kepada Kapolda Jawa Timur, Kapolri, dan Komisi Polisi Nasional (KKN), agar para penyidik segera diperiksa tidak sesuai Tugas Pokok Polri yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, Pasal 13.

Menurut Suryadi ketika sidang, Rabu (25/5) hakim menunda persidangan dengan acara membaca putusan pada tanggal 1 Juni, ternyata ketika semua ahli waris dudah berada di PN Kepanjen, panitera mengatakan putusannya sudah pada tanggal 25 Mei lalu. “Hal ini, kami lebih mencurigai lagi pihak Subandri, Polri, dan Hakim ada konspirasi. Bagaimana taggal 25 Mei itu belum ada putusan, hakim menunda untuk membaca puutusan hari ini. Ternyata, sudah ada putusan,” tutur Suryadi, pihaknya akan melaporkan kepada Komisi Yudisial (KY), ahar hakim Cokro diperiksa, karena telah menipu kami. (on)

Mulai 1 Juni 2011. Pembayaran Rekening Air PDAM Kabupaten Malang On Line

MALANG, NAGi. Kemajuan dan perkembangan teknologi tidak bisa ditunda-tunda, dan agar tidak ketinggalan, mempermudah dalam pelayanan kepada konsumen atau pelanggan. Hal ini, memaksa Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kabupaten Malang mulai 1 Juni 2011 pembayaran rekening air minum menggunakan sistim on line di 23 Kantor Unit PDAM yang tersebar di 33 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Malang.

Direktur Umum PDAM Kabupaten Malang, H Syamsul Hadi, SSos, MM mengatakan, mulai 1 juni ini pembayaran rekening air minum di 23 Kantor Unit PDAM yang tersebar di 33 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Malang sudah menggunakan sistim on line. “Hal ini, agar mempermudah para pelanggan atau konsumen dalam membayar. Mereka tidak perlu lagi datang ke kantor PDAM dan bisa menggunakan unit yang terdekat untuk membayar,” ujar Syamsul, jadi di mana saja boleh para pelanggan membayar, jika tempat tinggalnya di Kecamatan Wagir, tetapi ada sesuatu urusan di Kepanjen, bisa membayar di loket tersebut.

Dikatakan Syamsul, hal ini merupakan perbaikan sistim yang ada di PDAM, dan sudah saatnya mengikuti kemajuan teknologi. “Jika, sudah berjalan lancar, maka akan diusahakan pembayaran dapat melalui Kantor Pos, Bank-bank, dan di loket khusus lainnya,” ungkap Syamsul, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) PDAM Kabupaten Malang ke 30 tanggal 4 Juani 2011 ini, perbaikan di bidang manajeman sudah harus dilakukan. (ger)

PKL Tidak Mendapatkan Bedak BTC, Di Tempatkan di Basement Batu Plaza

BATU, NAGi. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sehari-hari berdagang aksesoris dan makanan di Jl Sudiro, Kota Batu yang tidak dapat kebagian bedak (stand) di Batu Turism Center (BTC), akhirnya diberi tempat untuk berdagang di Basement Batu Plaza Jl Semeru atas kesepakatan Pemerintah Kota Batu dengan management Batu Plaza.

Pemilik Batu Plaza, Felix mengatakan, sudah ada kesepakatan antara pihaknya, PKL, dan Pemkot Batu untuk menempati basement yang semula digunakan untuk tempat parkir kendaraan yang berbelanja di Batu Plaza. “Pengunjung plaza lebih suka dan banyak parkir kendaraannya di depan plaza, sehinggga basement selama ini kosong dan tidak berfungsi. Kami sudah bersihkan mulai dari mencat tembok dan berbagai keperluan sampai ke menata agar PKL dapat berjualan dengan keadaan bersih dan nyaman,” ungkap Felix, yang mengatakan pihaknya bersedia menampung para PKL, agar usaha-usaha yang kecil dapat hidup dan berkembang di Kota Batu.

Menurut Felix, bedak-bedak ini, nantinya akan menjadi foodcuort seperti di BTC dan para PKL akan menempati dua lantai yaitu; lantai bawah untuk para PKL yang berjual aksesoris dan pakaian, sedangkan di lantai atas untuk para PKL yang berjualan makanan dan minuman. “Saya berharap dengan kehadiran para PKL ini, Batu Plaza akan lebih banyak pengunjungnya dan mau membeli dan mencicipi segala hidangan makan yang serba murah,” tutur Felix, makanan yang tersedia di sini, tidak lebih dari Rp 10 ribu per piring, masih terjangkau membeli oleh para pengunjung.

Sementara Ketua Paguyuban PKL, Rusdi mengatakan ada sekitar 96 PKL yang tidak kebagian mendapatkan bedak di BTC akan ditempatkan di basement Batu Plaza yang hanya berseberang saja dengan Alun-alun Kota Batu. “Kami ditarik retribusi oleh pemilik plaza hanya Rp 5.000,- per hari untuk pedagang aksesoris dan pakaian, sedangkan untuk pedagang makanan dan minuman sebesar Rp 10 ribu,” jelas Odeng panggilan akrabnya, berterima kasih kepada pemilik Batu Plaza yang peduli akan nasib para PKL, pihaknya berjanji akan membayar tepat waktu dan menjaga kebersihan dan kenyamanan. (faby)

Bupati/Walikota yang Mencalonkan Sebagai Ketua PSSI, Melanggar UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

MALANG, NAGi. Masyarakat Indonesia akan bertanya, mengapa Komite Normalisasi (KN) bisa meloloskan 19 nama yang mencalonkan sebagai Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) diantaranya beberapa orang yang kini menjabat sebagai walikota dan bupati. Apakah pencalonan mereka ini, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengikuti acara Kongres PSSI 20 Mei 2011 di Hotel Sultan Jakarta bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2011 yang gagal. Kini, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) memberi ampun kepada PSSI alias tidak menjatuhkan sanksi, dan memberi kesempatan untuk menyelenggarakan selambat-lambatnya sebelum 30 Juni mendatang.

Pecalonanan walikota/bupati, sebagai calon ketua dan wakil ketua PSSI melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai pejabat seharusnya memahami benar-benar aturan yang mengatur tentang jabatannya sebagai bupati/waliota. Jangan ingin mencoba-coba melanggar, dan jika ada teguran dari atasan baru mengundurkandiri. Walau pun, penugasan di PSSI adalah amanah dan tugas mulia, karena akan berbentur dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

UU No 32, Pasal 28 Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, huruf c “melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung mau pun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan”. Karena pasal ini, dalam penjelasannya cukp jelas, maka tidak perlu ditafsirkan lagi. Tentu hal ini, karena melakukan pekerjaan lain selain sebagai walikota/bupati memberi keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung mau pun tidak langsung. Jelas ini, akan memberi keuntungan pribadi dan pencitraannya sebagai bupati/walikota dari organisasi politik yang mendukung ketika Pemilhan Kepala Daerah (Pilkada). Karena melakukan pekerjaan, adalah memberikan atau mengorbankan seluruh pikiran, tenaga untuk sesuatu tujuan dan mendapat imbalan jasa/honor/upah/gaji.

Apalagi mendapat imbalan jasa/honor/upah/gaji dari anggaran APBN atau APBD, itu jelas melanggar peraturan yang berlaku. Sebaiknya mereka mengadakan konsultasi dengan Staf Ahli Bupati/Walikota di Bidang Hukum atau langsung berkonsultasi dengan gubernur masing-masing. Apakah bisa mencalonkan sebagai Ketua PSSI atau tidak boleh, karena melanggar peraturan. Hal ini, untuk menghindari dari keberatan masyarakat yang mengerti tentang Hukum Tata Negara atau Hukum Pemerintahan Daerah, dan masyarakat pencinta bola di tanah air harus memahami, karena sosok bupati/walikota tersebut, yang dalam setiap kegiatan publik diatur oleh peraturan dan perundangan yang berlaku. Jika, tidak melanggar boleh-boleh saja dan silahkan berkiprah.

Mereka akan tetap dihormati dan dihargai, jika benar-benar tunduk pada peraturan perundang-undangan, karena sebagai pejabat publik. Keuntungan yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan, jelas ini sangat berpengaruh, karena selain pejabat publik, sehingga berkiprah di PSSI itu jelas menguntungkan diri sendiri baik secara langsung atau tidak langsung. Mereka harus legowo dan menahan diri untuk menjadi calon Ketua PSSI, karena tidak menjadi Ketua PSSI mereka pasti bisa berkiprah di kesempatan dan tugas sosial yang banyak menantinya.

Kemudian kita bertanya, apakah mereka juga sebagai Ketua Partai Politik? Jika, pengabdiannya pada organisasi profesi dan partai politik sebenarnya tidak ada masalah. Jika, sebagian atau seluruhnya mendapat dana atau bantuan dari APBN atau APBD Provinsi atau APBD seluruh kabupaten/kota, maka tidak boleh. Seharusnya kalau rujuk pada Pasal 28 tersebut, maka tidak boleh merangkap pekerjaan atau jabatan yang lain. Jadi, UU itu mengisyaratkan benar-benar kepala daerah dan wakil kepala daerah itu tidak boleh memangku jabatan publik/organisasi/profesi/advokat/partai politik. Selain itu, kepala daerah dilarang turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta mau pun milik negara/daerah atau dalam yayasan bidang apa pun.

Begenilah peraturan di Indonesia, yang melanggar kerap kali adalah pejabat yang sedang berkuasa. Tetapi, anehnya pejabat yang lebih tinggi tidak bisa menegur, walau pun itu terang-terang melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga mana atau pejabat mana yang berwenang paling berwenang menengur bupati/wakil bupati. Yang terutama adalah lembaga DPRD setempat yang lebih dahulu bertindak. Tetapi, kita ketahui bersama para anggota dewan yang masih lemah Sumber Daya Manusia (SDM) karena datang dari berbagai kalangan profesi. Hal ini, membuat mereka terbelenggu dengan pemahaman undang –undang dan peraturan tentang pemerintahan daerah. Setelah itu, gubernur, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan pada akhirnya presiden. Tetapi, para pejabat itu bisa berkilah, karena tidak ada laporan dari masyarakat. Beginilah jawaban klise dari pejabat. (George da Silva))