Selasa, 01 November 2011

410 Kabupaten/Kota Belanja Pegawai di Atas 50 Persen dari APBD, Moratorium Belanja Pegawai

TEPAT tanggal 1 September 2011 kebijakan Moratorium (penundaan) Belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS) resmi diberlakukan selama 16 bulan, dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2012. Kebijakan ini, melalui Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani Menteri Keuangan Agus Martowardjojo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Keputusan ini, karena beban belanja pegawai dan belanja barang semakin tinggi dan telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, serta telah menurunkan peran anggaran publik dalam mensejahterakan rakyat, mendorong pertumbuhan ekonomi. Juga, kenaikkan penerimaan pajak serta transfer ke daerah menjadi tidak bermakna, karena habis ditelan kenaikkan belanja untuk birokrasi.

Sebelumnya Menkeu paling ngotot mengusulkan kenaikan gaji pejabat setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) mengeluh gajinya tidak penah naik. Tetapi, setelah melihat belanja pegawai pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semaikn berat, sehingga keputusan pada Rencana APBN 2012 belanja pegawai dialokasikan menjadi Rp 215,7 triliun mengalahkan subsidi yang selama ini mendominasi.

Belanja pegawai di 294 kabupaten/kota lebih dari 50 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan di 116 kabupaten/kota mencapai lebih dari 60 persen, bahkan ada daerah yang mengalokasikan belanja pegawai lebih 70 persen dari APBD. Kondisi ini, setiap daerah berbeda, karena jumlah pegawai lebih banyak untuk melayani luas wilayah. Contoh di Kabupaten Malang jumlah pegawai mencapai 17 ribu orang (guru 12 ribu orang), berarti hanya tinggal lima ribu orang melayani penduduk sebanyak 2,7 juta yang tersebar di 33 kecamatan, 378 desa dan 12 kelurahan. Kecamatan Singosari 18 orang PNS melayani 160 ribu orang penduduk, dan Kecamatan Tumpang 8 orang PNS melayani 70 ribu penduduk. Hal ini, berarti satu PNS melayani sekitar 8.750 orang sampai dengan 8.888 penduduk. Berarti di Kabupaten Malang masih kekurangan PNS. Hal Ini, tidak seimbang padahal secara nasional satu PNS melayani 33 orang penduduk.

Kebijakan belanja pegawai tidak terlepas dari tidak memperhatikan implikasi terhadap anggaran negara yaitu perekrutan pegawai baru, pemberian gaji ke-13, kenaikan gaji lima sampai dengan 10 persen sejak tahun 2006 lalu, serta kenaikkan berbagai tunjangan dan pemberian tambahan uang makan tidak hanya menambah beban belanja gaji pokok APBN yang harus menunggu beban pembayaran pensiun yang belum sharing pembiayaan dengan Taspen. Dinama pembayaran pensiun sejak tahun 2009 menjadi beban penuh APBN (Nota Keuangan RAPBN 2012).

Sebagai pemicu beban anggaran belanja pegawai adalah pemberian remunasi sebagai salah satu agenda reformasi birokrasi yang mulai tahun 2007 pada tiga kementeriaan/lebaga dan terakhir pada tahun 2011 kepada 14 kementerian/lembaga, sehingga di tahun 2010 dialokasi dana sebesar Rp 13,4 triliun untuk remunasi. Lebih parah lagi, dengan semakin menjamurnya Lembaga Non Struktural (LNS), pada tahun 2007 terdapat 76 LSN dengan beban kepada negara sebesar Rp 483,3 miliar, dan kemudian membengkak menjadi 101 LSN dengan belanja pegawai Rp 1,87 triliun pada tahun 2010.

Talang Dana Pensiun

Penerimaan paling dekat adalah pegawai honor, sehingga total biaya tambahan untuk belanja pegawai mencapai Rp 7 triliun, tetapi pemerintah pusat hanya mencari tambahan Rp 3 triliun, dan Rp 4 triliun merupakan dana yang bisa hemat adanya pegawai pensiun selama tiga tahun terakhir sebagai dana talangan. Aparat birokrasi di daerah menyedot APBD mencapai 50 persen, sehingga membuat peraturan pemerintah daerah tidak memberatkan APBD. Pemerintah pusat hanya bisa memberikan rekomendasi agar Pemda mengalokasikan belanja modal mencapai 20 persen APBD dan belanja pegawai tidak lebih dari 50 persen. Hal ini, harus dipertegaskan kepada Pemda yang tidak melakukan alokasi dana 20 persen APBD untuk belanja modal, sebaiknya tidak menambah pegawai.

RAPBN 2012 pemerintah pusat mengalokasikan belanja pegawai sebesar Rp 215,7 triliun (2,7 persen) dari Produk Domestik Bruto (PDR), walau pun rencana adanya Moratorium PNS, pemerintah pusat menambah anggaran belanja Rp 32,9 triliun atau naik 18 persen, ketimbang APBN Perumbahan 2011. Hal ini, karena pemerintah menjanjikan kenaikkan gaji PNS sebesar 10 persen tahun depan (2012). Belanja pegawai ini, merupakan belanja terbesar dalam postur RAPBN 2012 mencapai 32,6 persen dari belanja pemerintah pusat.

Ke depan, APBN kita harus sehat, sehingga belanja pegawai dan belanja barang dibatasi paling tinggi 30 persen dan total belanja pemerintah pusat dan paling tinggi 50 persen dari total belanja pemerintah daerah. Selama ini, dana transfer ke daerah mencapai Rp 464,4 triliun tahun 2012 diperlukan kebijakan standarisasi tunjangan dan untuk pejabat daerah. Pemerintah pusat juga membatasi belanja pegawai Pemda secara profesional melalui revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kebiasaan yang dilakukan oleh Pemda di mana saja, pada sekitar bulan Nopember dan Desember (pada akhir tahun anggaran), seluruh SKPD melakukan suatu kegiatan untuk menghabiskan pagu anggaran di instansinya. Mereka mengadakan pertemuan, seminar, pembahasan Perda bersama legislatif, atau koordinasi antar instansi di hotel-hotel berbintang. Sebenarnya mereka dapat mengirit anggaran itu, dan merupakan suatu prestasi atau kinerja dari SKPD yang bersangkutan, dan diharapkan tahun depan anggarannya biasa dinaikkan. Tetapi, berbalik prediksi jika suatu SKPD tidak dapat menghabiskan anggaran, berarti tidak dapat menunjukkan kinerja, dan tahun depan anggarannya dipangkas. Hal ini, menyebakan semua SKPD menghabiskan pagu anggaran yang belum terserab.

Selain itu, anggaran konsumsi untuk rapat-rapat di SKPD juga menghabiskan anggaran belanja pegawai, sehingga kelihatan begitu megahnya atau berhamburan anggaran di SKPD, ruang-ruang kepala dinas bagaikan di hotel berbintang, serba karpet dan dinding tembok dilapisi wallpaper yang berkelas satu, meja kursi yang diukir harganya berjuta-juta, serta ber-AC. Penampilan ini, dinilai pemborosan keuangan daerah hanya untuk ruang kepala dinas.

Hubungan dengan APBD 2012

Penundaan belaja pegawai ini, akan berpengaruh terhadap penyusunan APBD 2012. Bagi daerah-daerah yang sudah menetapkan APBD Perubahan pada bulan September 2011, tidak mampu atau tidak bisa menekan biaya belanja pegawai. Tetapi, yang belum menetapkan APBD-P, masih bisa merubah anggaran belanja pegawainya.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, menjelaskan belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada PNS. Oleh karena itu, Pemda dapat memberikan tambahan penghasilan kepada PNS berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, dan harus memperoleh persetujuan DPRD setempat. Tambahan penghasilan itu, diberikan dalam rangka kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas atas kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja. Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan kepada PNS yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai melampau beban kerja normal.

Juga, tambahan penghasilan berdasarkan tempat tugas diberikan kepada PNS yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil. Sedangkan tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada PNS yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki risiko tinggi, dan tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi diberikan kepada PNS yang dalam mengembangkan tugas memiliki keterampilan khusus dan langka. Serta tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada PNS yang dalam melaksanakan tugasnya dinilai mempunyai prestasi kerja.

Struktur APBD selama ini adalah “kinerja”, sebaiknya tunjangan struktural diganti dengan tunjangan perstasi/kinerja, sehingga biaya/beban yang dikeluarkan berdasarkan prestasi kerja. Karena tunjangan struktural, walau pun pegawainya tidak berkerja secara optimal, yang penting kehadirannya. Prestasi kerja, maka akan di lihat pada rencana, realisasi, dan target bekerja dari setiap pegawai yang menduduki eselon, sehingga benar-benar menghasilkan satuan kerja yang efektif, efisenesi, dan tepat guna. Oleh karena itu, setiap akhir bulan pimpinan SKPD melakukan Evaluasi Skill Responbility (ESR) kepada bawahannya, dengan standar yang telah diatur dan disepakati secara bersama.

Bila dihubungkan dengan Permendagri No 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012 yang ditetapkan tanggal 23 Mei 2011, juga harus direvisi, karena pos-pos belanja pegawai baik dalam pos belanja langsung mau pun belanja tidak langsung, harus dibenahi. Diharapkan forum Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketua Sekretaris Daerah (Sekda) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD segera mengagendakan/rapat untuk membicarakan RAPBD 2012, karena menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri 13 Tahun 2006 pembahasan RAPBD 2012 paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

Dalam pos belanja langsung, belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah, tidak bisa dihapuskan. Tetapi,dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatuhan, kewajaran dan rasionalisasi dalam mencapai sasaran program dan kegiatan. Disarankan, dalam pemberiaan honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan. Sedangkan besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan, termasuk honorarium narasumber/tenaga ahli dari luar instansi pelaksana kegiatan dengan keputusan kepala daerah.

Sedangkan belanja tidak langsung pihak Pemda harus memperhatikan, besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai dalam rangka perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2012 serta memperhitungkan rencana kenaikkan gaji pokok dan tunjangan PNSD dan pemberian gaji ketiga belas.

Sumber pendapatan daerah 80 persen tergantung dari dana perimbangan sekitar 68 persen belanja transfer yang dialokasikan ke daerah sebagai besar diperuntukan belanja pegawai dan tambahan tunjangan guru. Dengan demikian tidak ada insentif bagi daerah yang merampingkan birokrasi atau meningkatkan pendapatan. Contoh APBD Kabupaten Malang Tahuan Anggaran 2011 sebesar Rp 1,7 triliun, sedangkan untuk belanja pegawai sebesar Rp 900 juta, sedangkan sisanya Rp 800 juta digunakan untuk belanja modal dan barang. Hal ini, tidak seimbang, karena jumlah pegawainya 17 ribu orang. Seharusnya anggaran belanja publik lebih besar daripada anggaran belanja pegawai, tetapi pada kenyataannya berbalik.

Pos belanja tidak langsung untuk belanja pegawai yang bisa tidak dimasukkan ke dalam APBD 2012 adalah penggangaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai 2012, karena pada tahun 2011 dan 2012 tidak ada pengangkatan Calon PNSD, sehingga diharapkan pegawai honorarium yang telah masuk kedalam database pada tahun 2006 sampai dengan akhir Desember 2010, bisa diangkat menjadi PNS. Sehingga pada tahun 2013, penerimaan CPNS berdasarkan analisa kebutuhan pegawai setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Pos belanja yang bisa dipertimbangkan untuk tidak dimasukkan ke dalam APBD 2012, adalah penyediaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan yang dibebankan pada APBD. Hal ini, juga harus berpedoman pada PP Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi PNS dan Penerima Pensiun. Maka, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan tunjangan kesehatan di luar cakupan pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi kesehatan, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD 2012, kecuali ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Jadi, kebijakan moratorium ini tidak cukup sepanjang kebijakan reformasi birokrasi masih bersifat parsial dan terbatas. Hal ini, terbukti walau pun kebijakan Moratorium PNS diberlakukan, tetapi belanja pegawai pada RAPBN 2012 justeru meningkat paling tinggi sebesar Rp 32,8 triliun, sudah termasuk alokasi gaji tambahan pegawai baru. Penundaan ini, tidak akan mengurangi beban belanja pegawai. Ini, juga membuktikan pertanda kegagalan desain reformasi birokrasi, karena tidak mempertimbangkan konsekuensinya terhadap beban anggaran. Perbaikan penghasilan rumenasi, seharusnya diikuti dengan peningkatan produktivitas pegawai.

Kelihatan pemerintah pusat “grogi” dengan beban pembayaran pegawai, sehingga mengeluarkan Moratorium belanja pegawai ini hanya bersifat asal-asalan atau keburu saja, karena beban anggaran 2012 semakin meninggi, dan hutang luar negeri dari tahun ke tahun semakin besar, sedangkan untuk membayar hutan luar negeri itu harus menggali pendapatan dalam negeri.

Tetapi, korupsi semakin merajalela di kalangan birokrasi, alias “pejabat negara merapok uang rakyat” melalui APBN dana APBD. Hal ini, tidak dapat dipungkiri lagi kolusi antara eksekutif, legislatif, dan swasta/pemborong/rekanan dalam membagi kue pembangunan, karena harus berbagi fee kepada DPR/DPRD mau pun para pejabat yang berada di pemerintah pusat mau pun pemerintah daerah, sehingga para kontraktor harus menyisihkan fee untuk mendapatkan sebuah proyek. Sampai kapan praktek semacam ini berakir?. (George da Silva).

Diasuh Oleh : George da Silva Direktur Lembaga Research and Consultant Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah Pertentangan Antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tidak Ada Hubungan Harmonis Sebaiknya Mengundurkan Diri

Dear Mr George…..
Bupati, Drs Don Bosco Wangge dan Wakil Bupati Ende, Drs Ahmad Mochtar, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah “retak” atau hubungan tidak harmonis sejak tiga bulan setelah pelantikan. Hal yang dilakukan wakil bupati dengan mengajukan 10 Rencana Peraturan Daerah (Raperda) langsung ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende, dan yang anehnya DPRD menyetujui untuk dibahas. Melihat hal itu, bupati ketika sidang pembukaan pembahasan Raperda di DPRD mengatakan dua Raperda “siluman”, karena masuk melalui wakil bupati, bukan yang diusulkan bupati. Dewan juga seolah-olah membakar “keretakan” itu, diduga ada dua kubuh di eksekutif mau pun di legislatif. Saya mendengar wakil bupati dalam waktu dekat akan meminta mengundurkan diri, mengikuti jejak Wakil Bupati Garut, Dicky Chandra. Pertanyaan saya apakah karena hubungan kurang harmonis itu, harus berpisah/berhenti di tengah jalan, dan jika ada penggantiannya apakah hubungan kerja wakil bupati yang baru dengan bupati bisa harmonis atau malahan semakin memburuk.

Achmmad S
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Ende-Flores, NTT.

Dear Mr Achmmad

Kasus hubungan tidak harmonis antara kepala daerah dan wakil kepala daerah di seluruh Indonesia, menurut catatan ada sekitar 80 persen, karena merasa ditinggalkan atau tidak diikutsertakan dalam kegiatan serta pengambilan kebijakan oleh gubernur/bupati/walikota. Padahal, ketika berkampanye dua sejoli terlihat sangat mesrah, solid, untuk meraih kemenangan atau mencari pendukung. Keberhasilan keduanya itu, kita tidak tahu pasti apakah yang mendulang suara terbanyak/pendukung itu untuk gubernur/bupati/walikota atau wakil gubernur/wakil bupati/wakil walikota. Semuanya serba gelap, karena sistim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bersifat Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Tetapi, sering gebernur/bupati/walikota merasa dirinya lebih matang berpolitik daripada wakilnya, atau ketika secara paksa dipasangkan oleh partai politik atau gabungan partai politik (pendukungnya lebih dari satu partai), bukan pilihan sendiri dari calon gubernur/bupati/walikota. Karena pilihan partai, makan merasa dengan terpaksa harus mengikuti kebijakan partai.

Sebenarnya kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum bersama-sama mengikuti Pilkada, sudah membagi tugas-tugas selain yang diatur secara normatif oleh peraturan dan perundang-undang yang berlaku menyangkut pemerintahan daerah. Hal ini, bisa dibuat perjanjian yang disepakati oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mendukung kedua kandidat itu. Bila perlu dibuat di hadapan notaris, sebagai suatu pengikat atau rambu-rambu, apabila dikemudian hari kepala daerah atau wakil kepala daerah melanggar, bisa ditegur oleh partai pendukungnya. Perjanjian ini, memang tidak diatur dalam undang-undang atau peraturan. Ternyata sudah merupakan kebiasaan perjanjian secara lisan tidak tertulis, sehingga apabila sudah terpilih/sebagai pemenang, kadangkala kepala daerah melanggar kesepakatan lisan itu. Juga, sering hanya saling kepercayaan saja.

Menurut Pasal 25, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menegaskan bahwa kepala daerah memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD, mengajukan Raperda, menetapkan Perda, menyusun dan mengajukan Raperda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama. Oleh karena itu, seorang wakil bupati tidak bisa mengajukan Raperda, kecuali bupatinya tersangkut masalah pidana dan sudah menjadi terdakwa di sidangkan di Pengadilan Negeri (PN). Hal ini, karena Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah menonaktifkan sang bupati. Tetapi, jika tidak terjadi hal seperti itu, seorang wakil bupati tidak mempunyai kewenangan. Sebenarnya DPRD juga sudah memahami, tugas, wewenang serta kewajiban seorang kepala daerah dan wakil kepala daerah. Bila DPRD menerima usulan Reperda dari wakil bupati, maka sangat menyayangi kualitas dan pemahaman kalangan DPRD setempat tentang peraturan dan Perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah.

Sedangkan Pasal 26, menyangkut tugas wakil kepala daerah antara lain, (1) membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintah daerah, (2) membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawas, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup, (3) memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah, (4) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan yang diberikan oleh kepala daerah, dan (5) bertanggung jawab kepada kepala daerah.

Ternyata, dalam pelaksanaannya sehari-hari bila sudah ada benih-benih ketidaksukaan kepala daerah kepada wakil kepala daerah, maka tugas-tugas teknis/administrasi/protokuler diberikan kewenangan kepada Sekretaris Daerah (Sekda), atau para Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), sesuai bidang tugas masing-masing. Wakil Kepala Daerah, hanya bersifat “seromoni”, peresmian, itu pun kadang-kadang di berikan kepada Sekda atau Asisten Sekretaris Daerah (Setda). Memang UU telah memberi kewenangan yang begitu besar kepada kepala daerah, sehingga semua kebijakan daerah itu adalah tanggung jawab kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah.

Pengunduran Diri

Apabila wakil kepala daerah memang sudah pada puncaknya/klimaks tidak bisa lagi diajak berkerjasama dengan kepala daerah, sebaiknya meminta mengundurkan diri kepada Pimpinan DPRD setempat, sehingga tidak mengganggu kegiatan/perjalanan roda pemerintah di daerah yang bersangkutan. Sesuai Pasal 29 UU Pemerintah Daerah yang membahas tentang pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah mengatur yaitu, meninggal dunia, permintaan sendiri, dan diberhentikan.

Selanjutnya, pengunduran diri itu, alasannya harus kuat dan bisa dipertanggungjawabkan, misalnya sakit atau tidak mampu mengembangkan tugas. Apabila alasannya, karena dipicu konflik pribadi, atau tidak bisa mengikuti irama kerjanya kepala daerah, maka pengunduran diri itu tidak dapat dikabulkan. Sebaiknya, DPRD meminta penjelasan dari kepala daerah, dan mengajak rujuk atau konsolidasi, dengan pembagian tugas yang lebih konkrit atau jelas, sehingga masing-masing dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sampai akhir periode masa jabatan.

Wakil Kepala Daerah mengajukan pengunduran diri pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD setempat, agar dapat dibahas dan diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh Pimpinan DPRD. Pemberhentian ini, tidak menghapuskan tanggung jawab yang bersangkutan selama memangku jabatan. Jadi, yang menentukan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah itu, semuanya tergantung dari kesepakan anggota DPRD. Oleh karena itu, melalui Rapat Paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota DPRD dan keputusan yang diambil dengan persetujuaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Tidak Pro Rakyat

Jika, wakil kepala daerah mengatakan pengunduran diri karena usaha membangunan di kabupaten tersebut semua proyek tidak pro rakyat, itu sebenarnya wakil bupati tidak memahami sistim pemerintah daerah. Semua itu sudah dibahas dengan DPRD Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memuat visi-misi kepala daerah terpilih dan disahkan melalui Perda. Jadi, bukan lagi visi-misi kepala daerah terpilih, tetapi sudah menjadi visi-misi pemerintah daerah yang bersangkutan.

RPJMD ini, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategis pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program dari masing-masing SKPD, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan diserta dengan rencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangkaan pendanaan yang bersifat indikatif. Belum lagi, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran satu tahun yang memuat rencana kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah mau pun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat (kemitraan). Semuanya ini, dengan mengacu kepada rencana kerja pemerintah pusat, dan provinsi.

Pembangunan di daerah ini, ditunjang dengan Musyawarah Rencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Semua itu, disusun oleh masyarakat rencana pembangunan di masing-masing desa dan kecamatan dan pada akhirnya dibahas pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan dalam bidang sarana dan prasarana, bidang ekonomi, dan bidang sosial budaya. Jelas, Musrembang itu harus disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah masing-masing, maka dibuat klasifikasi super prioritas dan prioritas. Hal ini, akan disatukan (match) perencanaan dari bawah-atas (bottom up) dan perencanaan dari atas-bawah (top down). Ini, dilakukan dengan pendekatan politik yang memandang Pilkada adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan ketika kampanye dalam Pilkada. Karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan para pemangku ini, adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki pembangunan di daerahnya. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintah. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas akan diselaraskan melalui tingkat musyawarah yang dilaksanakan baik pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.

Jadi, kalau ada wakil bupati yang mengatakan pengunduran dirinya salah satu atau antara lain karena pembangunan “tidak pro rakyat”, itu salah besar dan yang bersangkutan tidak mengerti pemerintahan daerah. Oleh karena itu, sebaiknya pengunduran diri dari wakil kepala daerah dikabulkan/disetujui saja oleh DPRD, dan memberi kesempatan kepada calon-calon lain yang bisa berkerjasama dengan kepala daerah. Pergantian wakil kepala daerah itu, bisa berkerjasama dengan kepala daerah, karena dalam prosesnya diajukan oleh kepala daerah setelah berembug dengan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusung. Jadi, orang pilihan sendiri oleh kepala daerah.

Prosedur tentang pengunduran diri wakil kepala daerah, diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih sisa 18 bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan dua orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam Pilkada untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Sedangkan untuk calon perseorangan/independen juga kepala daerah mengajukan dua orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.

Kuncinya adalah ditangan anggota DPDR setempat, mengabulkan atau tidak. Walau pun DPRD tidak mengabulkan, tetapi wakil kepala daerah sudah mempunyai niat atau konsekuensi pengunduran diri, maka DPRD dengan terpaksa harus mengabulkan, dan segera diusulkan kepala gubernur, dan selanjunya ke Mendagri dan disetujui oleh Presiden. Tetapi, tidak pernah terjadi wakil kepala daerah mengajukan pengunduran diri, tidak dikabulkan oleh DPRD, karena ini sudah menyangkut ranah politik, setiap partai mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. ***

UU Desa Tidak Disahkan DPR dan Pemerintah, I7 Oktober, Kepala Desa Seluruh Indonesia Serentak Demo

MALANG, NAGi. Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang tergabung dalam Parade Nusantara berjanji, jika sampai dengan tanggal 16 Oktober 2011, DPR RI dan Pemerintah belum merivisi/mensahkan Undang-Undang tentang Desa, maka keesokan harinya 17 Oktober kepala desa dan perangkat desa seluruh Indonesia secara serentak melakukan unjuk rasa/demo besar-besaran di masing-masing kabupaten. Demo itu ditujukan kepada DPRD dan Kantor Bupati masing-masing kabupaten untuk menekan dan memaksa segera undang-undang itu disahkan.

Hal ini, dikemukakan Ketua Umum Presidium Nusantra, Sudir Santoro, SH dalam acara Halal Bihalal 1432 H Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa baru-baru ini di Malang. “Saya mengajak seluruh kepala desa dan perankat desa di Kabupaten Malang, bersediakan saudara-saudara bersama dengan saudara-saudara lain di kabupaten seluruh Indonesia, pada tanggal 17 Oktober untuk melakukan aksi damai dengan demo di DPRD dan Kantor Bupati,” tanya Sudir dalam orasinya yang membakar semangat, dan disambut suara gempita yang memadati ruang itu, sanggup…..sanggup….dihadir kesempatan itu, Bupati Malang, H Rendra Kresna, Ketua Umum Parade Nusantara Provinsi Jawa Timur, Selamet Raharja, SH, anggota DPR RI Komisi I, Budiman Djatmiko.

Selanjutnya Sudir mengatakan, pihaknya yang tergabung dalam tim Sembilan sudah melakukan negosiasi dengan DPR termasuk Komisi I dan Pemerintah membahas masalah UU Desa, dan mereka sanggup sebelum tanggal 17 Oktober sudah disetujui. “Jika, sampai dengan tanggal 16 Oktober juga belum, maka kami dari kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam Parade Nusantra akan melakukan unjuk rasa serentak di seluruh Indonesia,” tegas Selamet, yang disambut teriakan setuju…. dari 3.502 kepala desa dan perangkat desa di wilayah Kabupaten Malang yang tersebar di 33 kecamatan dan 378 desa, pihaknya tidak melakukan berbondong ke Jakarta, tetapi cukup dengan penekanan di masing-masing kabupaten.

Bupti Rendra menggatakan, sangat mendukung segala perjuangan yang dilakukan asosiasi yang tergabung dalam Parade Nusantara, karena desa sekarang berstatus otonomi, tetapi kewenangannya tidak ada. “Saya mengharapkan dengan UU Desa yang baru bisa terakomadir segala kewenagan desa dan pembagian tugas yang jelas dari desa. Apalagi desa mengelola dana yang cukup banyak, sedangkan SDM di desa belum memadai,” saran Rendra, dalam mengelola keuangan harus benar-benar sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, jangan sampai kepala desa terjerat korupsi atau hal-hal yang tidak diinginkan kita bersama.

Selanjutnya dijelaskan Sudir, berdasarkan Sensus Penduduk 2006-2010 jumlah penduduk Indonesia 235 juta, yang hidup di pedesaan sebanyak 78 persen (179 juta) dan 22 persen hidup di kota. Selain itu, sekitar 95 persen orang desa urbanisasi ke kota, karena pekerjaan, dan perkawinan. “Rakyat di desa adalah pemegang saham mayoritas negara ini, jadi sudah sepantasnya desa diperhatikan dengan mengalokasikan dana 10 persen dari total APBN setiap tahun. Dengan dana ini, kepala desa bisa mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan tentang keuangan daerah/desa yang berlaku,” harap Sudir, sehingga jika disetujui hanya lima persen, berarti desa bisa mengelola sekitar Rp 500 juta, sehingga program Alokasi Dana Desa (ADD) sudah termasuk di dalamnya.

Dengan dana sebesar Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 Miliar, kata Sudir kepala desa dan perangkat desa beserta masyarakat harus benar-benar mengelola dana itu, sehingga pembangunan di desa berjalan dengan baik sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). “Kami mengharapkan kepala desa dan perangkat desa dibina dan diberi penataran dalam mengelola keuangan itu. Kami juga minta dibimbing, sehingga dalam mengelola keuangan tidak mengalami kendala, maklumlah sumber daya perangkat di desa belum sebanding dengan perangkat di dinas atau disekretariat Pemkab,” ujar Sudir, dengan dana itu, berarti desa bisa mengatasi kemiskinan, pengangguran, kebodohan, dan keterbelakangan.

Sebagian Dikabulkan

Menurut Sudir, ada tiga tuntutan dari pihak Parade Nusantara dalam merumuskan UU desa yaitu, 1) dana yang dialokasikan untuk desa sebesar 10 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun, 2) kepala desa yang sedang memimpin apabila sudah selesai periodenya bisa mencalonkan beberapa kali lagi sebelum usianya 60 tahun, dan tergantung dari masyarakat yang memilihnya, dan 3) masa jabatan periode selama ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur enam tahun, menjadi 10 tahun.

Tetapi hanya sebagian yang disetujui dalam rancangan itu, yaitu dana alokasi hanya lima persen saja dari total APBN setiap tahun, bukan sepuluh persen, dan usia kepala desa disetujui sampai dengan 60 tahun, dan periode jabatan kepala desa delapan tahun, bukan 10 tahun. “Pihak Parade Nusantara sepakat menyetujui lima persen, usia 60 tahun, dan perode jabatan hanya delapan tahun. Kami mengharapkan UU Desa tersebut, sebelum tanggal 16 Oktober sudah disetujui,” ungkap Sudir, karena perlu kepastian di akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012 banyak yang selesai masa jabatan enam tahun, sehingga ada satu pasal yang menjelaskan berupa pasal peralihan yang isinya masa jabatan kepala desa disesuaikan dengan UU ini.

Sementara Anggota DPR RI dari Komisi I, Budiman Djatmiko yang hadir pada acara itu mengatakan, pihaknya tetap mendesak Komisi I untuk segera membahas dan menyetujui bersama pemerintah. “Saya sudah berjanji sewaktu kampanye mencalon menjadi anggota DPR RI, salah satunya adalah untuk memperbaiki UU Desa, dan jika UU ini telah disahkan, maka terpenuhilah janjinya, dan bersedia meninggalkan panggung politik di DPR menjadi anggota masyarakat lagi,” tegas Budiman yang juga sebagai Pembinan Parade Nusantara, ini yang masih mengganjalnya.

Sebelumnya Ketua Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa (AKDP) Kabupaten Malang, Drs Didik Gatot Subroto, SH, MHum, MSi mengatakan, menghadirkan Ketua Umum Presidium Parade Nuasantara, sekaligus dibalut dalam acara Hal Bilahal mempunyai tujuan tertentu. “Kami perlu mendapat penjelasan lebih terinci, apa yang sudah di bahas tim Sembilan dan DPR-Pemerintah dan sejauhmana perkembangannya,” kata Didik, yang juga Kepala Desa Tanjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, setelah mendapat penjelasan pihak AKDP memahami dan menjalakan segalah petunjuk dari pengurus pusat Parade Nusantara.

Dikatakakan Didik, dengan pertemuan ini, apa yang harus dilakukan AKDP Kabupaten Malang, untuk mensukseskan pembahasan UU Desa. “Kami di Kabupaten Malang, pada tahun 2011 setiap desa yang membayar PBB sebelum tanggal 17 Agustus, akan diberi perangkat faksimile oleh Pemkab, sehingga bisa melakukan komunikasi dengan Pemkab Malang, antar kecamatan, antar desa,” jelas Didik, dan juga pada APBD Tahun Anggaran 2011, setiap desa mendapat sebuah sepeda motor, untuk petugas memungut PBB di desa, Pemkab Malang telah memperhatikan desa. (ger)

Tiga Opsi Sedang Digodok Pemkot Malang, Tiga Investor Lirik Pasar Gadang ---------lead 2 kolom---------------

MALANG, NAGi. Setelah berhasil melakukan revitalisasi Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing walau pun menuai protes dari para pedagang tradisional, kini Pemerintah Kota Malang akan merubah wajah Pasar Induk Gadang (PIG) menjadi lebih tertata dengan baik dan moderen. Tiga investor lirik untuk membangunnya menjadi tiga lantai. Pembangunan menjadi tiga lantai merupakan salah satu opsi dari tiga opsi yang tengah di godok Pemkot Malang.

Wali Kota Malang, Peni Suparto mengatakan, sudah ada tiga investor yang siap untuk membangun PIG menjadi tiga lantai. “Konsepnya tetap akan mempertahankan PIG sebagai pasar tradisional. Dua lantai akan menjadi pasar tradisional, satu lantai lagi akan menjadi bagian dari kompensasi untuk investor,” jelas Peni yang juga Ketua PDIP Kota Malang.

Selanjutnya dikatakan Peni, tahun depan pembangunan PIG akan dimulai. “Sudah ada tiga opsi yang tengah kami bahas. Rencananya, pembangunan PIG tidak akan menggunakan dana APBD, tapi melalui investor yang siap membangunnya,” kata Peni, kepada wartawan di Balai Kota belum lama ini, yang tidak mau menyebut ketiga investor itu, hanya mengatakan satu dari Malang dan dua dari Jakarta.
.
Dijelaskan Peni, tiga opsi yang dibahas adalah selain membangun PIG menjadi tiga lantai, pembangunan PIG akan mengambil sebagian lahan eks Terminal Gadang untuk tempat pedagang PIG II yang akan dipindahkan. Sebagian besar lahan eks Terminal Gadang akan digunakan untuk pembangunan uji kir.
Opsi lainnya, PIG hanya dibangun dua lantai. Lantai II akan ditempati para pedagang dari PIG II yang akan dipindahkan. Luas Lantai II akan mampu menampung semua jumlah pedagang yang ada di PIG II yang berjumlah sekitar 700 pedagang.

Opsi mana yang akan diputuskan, menurut Peni masih akan dikaji kembali. “Sudah ada investor yang siap membangun PIG. Relokasi PIG II memang sudah didorong kalangan anggota DPRD Kota Malang, khususnya Komisi C. Keberadaan PIG II berada di daerah yang akan dibangun jalan lanjutan dari arah Jembatan Kembar Gadang-Bumiayu yang sudah rampung dibangun akhir tahun lalu, melalui anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” ungkap Peni, walau pun jembatan kembar sudah selesai dibangun, sampai saat ini jembatan itu belum dapat dioperasionalkan karena masih terhalang jalan yang belum dibangun di atas lahan PIG II.

Kalau pembangunan PIG dapat dilakukan tanpa menggunakan APBD, maka tanggungan Pemkot Malang hanya untuk membangun jalan terusan dari Jembatan Gadang-Bumiayu yang sudah terbangun. Akses jalan pun akan semakin besar. “Saya tidak mempersoalkan siapa pun yang akan membangunnya. Terpenting, pembangunan PIG bisa menjadikan Pasar Tradisional Gadang dapat lebih bersih dan nyaman bagi pedagang dan masyarakat yang datang ke PIG. Keberadaan pasar tradisional di Kota Malang tetap dapat dipertahankan,” tutur Peni, pasar tradisional itu memiliki banyak keunikan dapat membangun tali silaturahmi yang kuat. Di sana ada proses tawar menawar yang bisa membangun komunikasi, tidak seperti di mal atau supermarket yang harganya langsung tertera dalam barang dan tidak ada proses komunikasi atau tawar menawar. (anik)

Target Cukai 2011 Sebesar Rp 6,9 Triliun, Kontribusi Cukai Rokok Malang Raya Rp 5,07 Triliun

WALAU PUN aparat Polisi mau pun aparat Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Malang, telah membongkar pemalsuan pita cukai atau pita cukai bekas yang di timbun di pabrik-pabrik rokok, dan ada pula yang diangkut mobil boks, tetapi pelakunya tak jera. Aparat bersama Satuan Kerja Perangkat Dearah (SKPD) yang terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang, tak bosan-bosan telah turun ke pabrik-parik rokok, kantor kecamatan di wilayah Kabupaten Malang mensosialisasi undang-undang dan peraturan tentang cukai, tetapi para pengusaha rokok menengah ke bawah masih melakukan kecurangan tentang pita cukai rokok, sehingga diambil tindakan yang tegas. Sementara itu, target cukai wilayah dalam KPPBC Cukai Malang menargetkan pendapatan Tahun Anggaran (TA) 2011 sebesar Rp 6.999.000.000.000,- dan tercatat pada Agustus 2011 sudah terkumpul Rp 5.125.333.743.000. Sedangkan dari angka ini, Hasil Tembakau (HT) ditargetkan sebesar Rp 5.074.650.364.608, Cukai Alkohol (EA) sebesar Rp 25.505.000.000, Minuman Mengandung Alkohol (MMEA) sebesar Rp 22.586.022.000, dan pendapatan lain-lain dari biaya pengganti pita cukai sebesar Rp 2.592.357.093. Kabupaten Malang untuk TA 2011 mendapat alokasi bagi hasil cukai sebesar Rp 28 miliar dari pendapatan TA 2010 sebesar Rp 5,4 triliun.


Kepala Seksi Penyuluhan dan Pelayanan Informasi Kantor Pengawas dan Pelayanan Tipe Madya Cukai Malang, Hari Mansjarif menjelaskan, taget pendapatan cukai TA 2011 sebesar Rp 6,999 triliun, sementara sampai dengan Agustus 2011 sudah mencapai Rp 5,125 triliun. “Sebelumnya TA 2010 target Rp 5,4 triliun, tetapi realisasinya melampau target sebesar Rp 7,3 triliun,” jelas Hari, target ini sebelum Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P-APBN), ada kenaikkan dalam P-APBN dan pihaknya sedang mengajukan ke Dirjen Bea Cukai selanjutnya untuk menjadi P-APBN.

Dikatakan Hari, pihak Kantor KPPBC Tipe Madya Cukai Malang, sudah berulangkali melakukan sosialisasi kepada pengusaha rokok di wilayah Kabupaten Malang bersama instansi terkait lainnya. “Selain itu, pihak kami bersama dengan petugas Satpol PP Kabupaten Malang dan instansi terkait melakukan pengawasan dan pemeriksa di pabrik rokok, masih menemukan pita cukai rokok palsu dan bekas,” tegas Hari, semuanya ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pihak KPPBC Cukai Malang, kata Hari dalam melaksanakan tugas selalu berpedoman pada ketentuan antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 200/PMK.2008 tentang Tata Cara Pemberiaan, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau, Surat Edaran (SE)-02/BC/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian NPPNKC untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau, dan Surat Direktur Cukai Nomor: S-554/BC.4/2010 tentang Penegasan Pembaharuan NPPBKC Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau.

Secara terpisah, Kepala Bagian Humas pada Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Malang, Drs M Hidayat, MM, MPd mengatakan, Pemerintah Kabupaten Malang untuk tahun 2011 ini mendapat alokasi dana dari cukai sebesar Rp 28 miliar lebih. “Dana itu, sudah dibagi habis untuk instansi terkait, seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Bina Marga, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” kata Hidayat, sedangkan untuk tahun 2012 belum ada alokasi dananya jumlahnya berapa, sehingga dalam perhitungan RAPBD 2012 masih menggunakan pagu anggaran tahun 2011.

Dana cukai itu, kata Hidayat semuanya itu dikerjakan untuk prasaran dan sarana yang menunjang pabrik rokok. “Misalnya, pembangunan jalan menuju ke pabrik dilaksanakan dalam bentuk paving atau aspal. Jadi, harus menuju ke pabrik rokok, tidak boleh untuk pembangunan sarana ke lain lokasi. Juga, untuk mensosialisasi kepada pekerja di pabrik, dan pelatihan untuk tenaga yang PHK dari pabrik, terutama untuk yang PHK dari pabrik rokok,” tutur Hidayat, juga untuk pembelian perangkat alat kesehatan/laboratorium untuk penyakit paru-paru, sebagai akibat dari merokok atau peralatan kesehatan lain yang menunjang penyakit akibat rokok.

Batas Waktu

Penjelasan dari Hari, dealine (batas waktu) pembaharuan NPPBKC sampai dengan tanggal 10 Desember 2011. Jika, tidak dilakukan pengusaha pabrik dan importer hasil tembakau, maka akan dikenakan sanksi hukum pencabutan NPPBKC, hal ini sudah sesuai dengan ketentuan PP No 72 Tahun 2008, jo PMK No 200/PMK.04/2008. “Hal-hal yang penting pembaharuan NPPBKC bagi pengusaha BKC yang NPPBKC-nya diterbitkan sebelum berlakunya PP No 72 Tahun 2008. Pengajuaan pembaharuan yang meliputi surat permohonan pembaharuan dan lampirannya ada empat yang telah dilegalisir pejabat yang berwenang. Setelah itu, data harus valid dan masih berlaku seperti IMB, HO, IUI/TDI, TDP, NPWP, STCK (perorangan), Rekomendasi Disnaker, KTP, Akta Pendidirian/Akta perubahan,” harap Hari, luas bangunan pabrik minimal 200 meter per segi (m3), dan pada lokasi, bangunan, tempat usaha pabrik tidak boleh berhubungan langsung dengan tempat yang bukan bagian pabrik dan dapat di masuk dari jalan umum.

Selanjutnya Hari menjelaskan, dalam hal pengajuan permohonan melampirkan persyaratan yang sudah ditentukan dan dokumen itu harus yang terbaru. “Sedangkan proses permohonan surat yang sudah masuk Kepala Kantor Bea Cukai mendisposisikan permohonan pembaharuan NPPBKC kepada Kepala Seksi Pabean Cukai untuk dilakukan proses lebih lanjut berupa penelitian dokumen dan pemeriksaan lokasi,” ujar Hari, sedangkan penelitian dokumen harus lengkap dilanjutkan dengan pemeriksaan lokasi, jika terdapat kekurangan, maka Seksi PKC menginformasikan kekurangan tersebut pada pengusaha.

Menyangkut teknis pembaharuan NPPBKC, kata Hari dilakukan pemeriksaan lokasi, dimana Seksi PKC melakukan pemeriksaan lokasi untuk cross check dengan kelengkapan dokumen, khsususnya luas bangunan yang mensyarakat minimal 200 m3. “Jika, telah memenuhi syarat seperti yang diatur dalam PP No 72 Tahun 2008, maka akan menerbitkan NPPBKC yang diperbarui sesuai SE-02/BC/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian NPPBKC untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau,” tutur Hari, jika belum memenuhi persyaratan, harus dilengkapi lagi, baru mengajukan permohonan. Jika, membutuhkan layanan informasi hubungi Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Malang Jl Surabaya No 2 Kota Malang, telepon 0341 55128 atau www.beacukaimalang.com. (adv)

Biogas Alternatif Menanggulangi Pencemaran Lingkungan Perumahan, Sudah Tersebar di 13 Desa Kabupaten Malang

SALAH SATU proses pengelolaan kotoran ternak (sapi) adalah dengan cara fermentasi kotoran ternak dalam bangunan tertutup agar mikroba anaerob dapat berkembang cepat dan memanfaatkan bahan-bahan organik yang ada, sehingga menghasilkan gas bio. Sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar kayu/minyak tanah, gas bio juga bermanfaat sebagai pupuk organik. Salah satu upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang mencanangkan program Kabupaten Malang sebagai sentra Pembuatan Teknologi Biogas merupakan kemitraan dengan anggota masyarakat di pedesaan.

Tahun 2011 telah dibangun percontohan sebanyak 13 unit intalasi biogas yang tersebar di kecamatan-kecamatan dalam wilayah Kabupaten Malang, sedangkan usaha kemitraan dengan anggota masyarakat di berbagai tempat yaitu,Desa Ngasen, Kecamatan Ngajum, Desa Jabung Kecamatan Jabung, Desa Sitiarjo Kecamatan Sumbermaningwetan, Desa Rejosari Kecamatan Bantur, dan Desa Sitirejo Kecamatan Wagir, dan biaya kemitraan bisa mencapai Rp 2,5 juta sampai dengan Rp 3 juta untuk satu intalasi yang dapat digunakan tiga rumah tangga.


Kepala Bidang Pemukiman pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang, Ir Renung Rubiyatadji, MM, menjelaskan biogas ini manfaatnya untuk menggantikan bahan bakar kayu atau minyak tanah, sehingga dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga. “Tujuan pembangunan instalasi biogas diperuntukan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga bisa dapat membantu perekonomiannya. Hal ini, bisa dalam bentuk kemitraan masyarakat dengan pemerintah dalam hal ini Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang,” kata Renung, mantan Kasi Perencanaan dan Pengawasan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang.

Menurut Renung, yang tidak bosan-bosan memberi penjelasan tentang mafaatnya biogas bila diminta oleh masyarakat, setiap warga yang ingin dibangun lokasi biogas harus menyediakan lahan/tanah kosong minimal 6,5 meter x 1,5 meter. “Bisa memiliki ternak sapi sendiri atau tetangganya yang ditipkan untuk dikandangkan di tempatnya paling sedikit tiga ekor sapi, bisa menghasilkan biogas untuk dua tungku atau kompor gas,” tutur Renung, bisa menggunakan selama 4-5 jam sehari.
Renung mengharapkan dengan tersedianya fasilitas unit instalasi biogas di rumah penduduk, dengan sendirinya perilaku masyarakat tidak membuang limbah/kotoran sapi sembarangan, sehingga pemukiman menjadi bersih. “Kami akan memproritas atau membantu untuk desa-desa di kecamatan yang padat penduduk dengan pemeliharaan ternak sapi, sehingga berpotensi mencemari lingkungan perumahan,” ungkap Renung, mengatakan yang menjadi teknis pembuatan instalasi biogas, masyarakat bisa berhubungan dengan Yudianto dan Ketut setiap saat siap membantu. (adv)***

Cara Pengerjaan Biogas Palstik

1. Gali Tanah dengan ukuran panjang 6 meter, lebar 1 meter dengan kedalaman 1,4 meter.
2. Setelah galian selesai, pasang pasangan batu bata, selanjutnya diplester.
3. Siapakan plastik Kantong UV ukuran 7 meter diameter 1 meter, masukkan plastik ke dalam galian yang telah disiapkan.
4. Pasang pipa diameter ½ dim pada ujung plastik, dihubungkan ke tendon plastik ukuran 2 x 2,5 meter, selanjutnya dari tendon dihubungkan ke kompor melalui pipa.

Cara Pengisian Biogas Plastik

1. Kotoran sapi diaduk dengan air perbandingan 1 kotoran sapi, 2 air (kotoran sapi harus bebas dari sisa makanan/rumput).
2. Masukkan hasil adukan ke dalam kantong plastik sebanyak sekitar 4 meter kubik (m3).
3. Diamkan selama lima hari, maka gas metan akan terbentuk dengan sendirinya, selanjutnya siap dialirkan ke tendon dan kompor siap digunakan.
4. Untuk pengisian selanjutnya lakukan seperti cara di atas dengan kapasitas kotoran sesuai yang dihasilkan ternak sapi setiap hari.
5. Setelah menghasilkan gas, kotoran sapi di dalam plastik akan terdorong ke keluar secara otomatis akibat tekanan gas, hasilnya dapat digunakan sebagai pupuk organik.

STIKES Malang Menjadi Fakultas Kedoteran, Rendra : Mencetak Tenaga Kesehatan yang Profesional

MALANG, NAGi. Bupati Malang, H Rendra Kresna berharap Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Kepanjen-Malang, bisa lebih berkembang. Siapa tahu, kelak bisa menjadi universitas, dimana di dalamnya terdapat beberapa fakultas, termasuk fakultas kedokteran, sehingga tidak hanya mencetak tenaga perwat yang profesional, juga mencetak tenaga dokter yang profesional dan tenaga kesehatan pendukung lainnya.

Hal ini, dikemukakan Rendra ketika membuka Pengenalan Program Studi (PPS) di STIKES Kepanjang, pekan lalu. Rendra, mengatakan pengenalan program studi merupakan kegiatan untuk memperkenalkan kampus kepada mahasiswa baru. “Kegiatan ini, merupakan kegiatan institusional yang menjadi tanggung jawab STIKES untuk mensosialisasikan kehidupan di perguruan tinggi. Serta proses pembelajaran yang pelaksanaannya melibatkan unsur Pimpinan STKES, PRODI, mahasiswa, dan usnur lainnya yang terkait,” harap Rendra, yang juga mengikuti program doktor di Univesitas Islam Malang (UNISMA).

Kegiatan PPS ini dilaksanakan selama tiga hari, dengan kegiatan berupa ceramah ilmiah/seminar, dinamika kelompok, pengenalan kehidupan kampus, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga dan karya nyata, kedisiplinan, apresiasi dan kesenian, serta pembentukan mental.

Sebelumnya, Ketua STIKES Kepanjen-Malang, dr……mengatakan mengingat perbedaan proses pembelajaran antara Perguruan Tinggi (PT) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), maka PPS perlu dilaksanakan agar mahasiswa baru mengenal perbedaan tersebut. “Dari teacher center learned ke student center learned, dimana perbedaan tersebut merupakan adaptasi terhadap lingkungan dan budaya baru yang ditempatinya,” ungkap dr….., termasuk perbedaan lingkungan sosial antara desa dan kota, antara kota kecil dan kota besar, dan antara pesantren dan umum.

Dikatakan dr…., pengenalan PPS ini bertujuan agar suasana civitas akademika yang serasi dan kondusif dalam proses pembelajaran bisa tercapai, sehingga tujuan pendidikan mencetak tenaga perawat yang profesional dapat dicapai secara berhasil guna membentuk mental calon perawat yang profesional. “PPS ini, juga merupakan upaya untuk mengenal dan memahami lingkungan STIKES sebagai suatu lingkungan akademis, serta mahasiswa baru dalam penggunaan sarana akademik yang tersedia di STIKES secara maksimal,” harap dr….., selain itu menumbuhkan kesadaran mahasiswa baru akan tanggung jawab akademik dan sosial sebagaimana tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. (hms/kiki)

SMAN 3 Kota Malang Rencana Beli Lahan, Program BKSM untuk 50 Orang Siswa Miskin

MALANG, NAGi. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kota Malang, yang terletak di kompleks Tugu Kota Malang, dari tahun ke tahun adanya peningkatan mutu pendidikannya. Salah satu program untuk membantu anak didik yang berasal dari orangtua tidak mampu, maka sekolah menyediakan program Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM) untuk tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 50 orang. Sementara itu, sekolah dan komite berencana akan membeli lahan di samping untuk pembangunan ruang sekolah dan tempat parkir kendaraan siswa.

Kepala Sekolah SMAN 3 Kota Malang, Drs Moh Sulthon, MSi mengatakan dana yang dihimpun dalam bentuk Sumbangan Biaya Pengembangan Pendidikan (SBPP) dan uang sekolah per bulan, dipergunakan untuk pembangunan prasaran dan sarana sekolah. “Semuan pemasukkan itu, tertuang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang telah disetujui bersama komite sekolah, sehingga pemasukkan dan pengeluaran orangtua siswa bisa melihat di papan pengumuman atau pertanggungjawaban setiap akhir ujian semester,” jelas Sulthon, mantan Kepala Sekolah SMAN I Kota Malang, Tugu, pihak sekolah transparan penggunaannya.

Dana yang terhimpun setiap tahun melalui SBPP itu, kata Sulthon dikembalikan kepada siswa dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana seperti asuransi siswa, pembelian laptop/komputer, laboratorium, penambahan ruang belajar, memperbaiki/renovasi ruang belajar/guru/perawatan. “Kami sebelum merencanakan semuanya itu, terlebih dahulu berembug dengan komite sekolah, dan membuat presentase segalanya. Setelah disetujui oleh komite sekolah, baru dilaksanakan sesuai yang tercantum di dalam RAPBS,” ungkap Sulthon, Pemerintah Kota Malang tidak mengalokasikan dana setiap tahun untuk SMAN 3, sehingga kami berusaha sendiri dengan kemampuan masing-masing orangtua siswa bekerjasama untuk membangunan pendidikan.

Selanjutnya dijelaskan Sulthon, pihaknya mendapat bantuan Blocgrand Earning yaitu pembelajaran elektronik berbasis Informasi Teknologi (IT) tahun 2011 sebesar Rp 107 juta. “Kami juga, mempunyai program/kelas akselerasi untuk tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 20 siswa, dan untuk tahun 2010/2011 sebanyak 16 siswa, mereka dididik khusus dan terpisah dari kelas reguler, hanya dua tahun saja,” kata Sulthon, yang masuk ke program akselerasi mereka dites dan mempunyai IQ 130 ke atas, dan tiap tahun harus 100 persen kelulusannya.

Sementara siswa tahun ajaran 2010/2011 SMAN 3 lulus 100 persen, sebelum Sulthon menjadi kepala sekolah tahun lalu, kelulusan di bawah 100 persen. Tahun ini, jumlah siswa seluruhnya 830 siswa, dan siswa baru 2011/2012 sebanyak 290 siswa untuk delapan kelas, dengan uang sekolah per bulan Rp 250 ribu. Bagi yang tidak mampu ada yang membayar hanya Rp 150 ribu, Rp 50 ribu, bahkan ada yang tidak membayar/dibebaskan uang SBPP.

Menyangkut program BKSM, menurut Sulthon benar-benar untuk membantu orangtua siswa dari keluarga yang tidak mampu. “Pihak sekolah meneliti siswa-siswa yang tergolong tidak mampu, dengan persyaratan surat keterangan dari pihak RW/RT, sehingga terjadilah subsitusi silang, yang mampu membantu yang tidak mampu. Kita tidak melihat kaya atau miskin, tetapi sebagai siswa SMAN 3 semua sama untuk mendapatkan pelajaran dan bimbingan” tutur Sulthon, semuan tamatan dari SMAN 3 tahun ajaran 2010/2011 lalu, kebanyakan di terima di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebanyak 60 persen, Kedokteran Universitas Brawijaya Malang sebanyak 30 orang, AKBRI Udara satu orang, diterima di Singapura, dan Australia masing-masing satu orang.

Dikatakan Sulthon, untuk mengatasi kepadatan tempat parkir kendaraan siswa baik roda dua mau pun roda empat, pihaknya berencana membeli rumah di samping sekolah. “Kami sudah siap dananya dan sudah disetujui komite sekolah, tinggal saja hasil negosisasi dan pembelian itu didukung oleh Bank Negara Indonesia (BNI) dengan cicilan selama lima tahun. Lahan itu, untuk penambahan ruang belajar dan lain-lain, juga untuk tempat parkir kendaraan,” harap Sulthon, karena bertumpuk sepeda motor/mobil, yang parkir di sepanjang jalan, sehingga mengganggu arus lalu lintas. (ger)

Polresta Malang, Sita 18.600 Cukai Rokok Bekas

MALANG, NAGi. Polres Kota (Polresta) Malang berhasil menangkap dan menyita 18.600 cukai rokok bekas. Cukai rokok ini, disita dari angkutan Ekspedisi Sato Express, yang dikemudikan Sumantri (50), warga Desa Karangdowo, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Bojonegoro. Paket tersebut ditujukan kepada Kris, warga Jalan Gadang 10 Residence Kav 15. Hingga saat ini, anggota Polresta Malang masih menyelidiki.

Kapolresta Malang, AKBP Agus Salim mengatakan, pihaknya masih periksa sopir dan kernetnya dan sedang diselidiki alamat penerima . Ditemukannya paket cukai rokok bekas ini, tidak terduga. Awalnya petugas melakukan razia kendaraan di Jalan A Yani Utara (depan gerbang masuk perum Graha Kencana). Pemeriksaan lebih teliti dilakukan terhadap mobil box. Meski semua mobil juga diperiksa. Baik plat hitam atau pun kuning. Petugas tidak segan-segan membuka karpet setelah betul-betul tidak menemukan barang-barang mencurigakan.

Dijelaskan AKBP Agus, saat sedang razia inilah, melintas angkutan ekspedisi Nopol L 8081 WE, yang dikemudikan Sumantri. Semula pemeriksaan dilakukan di bagian belakang atau box angkutan. Setelah tidak ditemukan apa-apa, petugas kemudian menutup pintu mobil box, dan beralih melakukan pemeriksaan di bagian depan. “Di bagian depan inilah, kemudian petugas menemukan paket mencurigakan. Paket tersebut di simpan di dashboard depan tempat duduk kernet. Petugas semakin curiga. karena sopir juga tidak tahu isinya.
Petugas pun menyobek bungkus paket itu dan menemukan empat kotak slop rokok yang ternyata berisi cukai bekas. Anggotanya mengetahui itu cukai bekas, karena di bagian belakangnya ada bekas lem,’’ ceritera Perwira Pengendali Razia Kendaraan AKP Sunardi Riyono, ketika mendamping Kapolresta Malang, AKBP Agus Salim. Saat diinterogasi keduanya mengaku sama-sama tidak tahu paketan itu dikirim dari Makasar, siapa yang mengirim keduanya tidak tahu.

Sunardi mengatakan, razia digelar untuk mengantisipasi adanya warga Kota Malang yang hendak berjihat ke Ambon. ‘’Saat ini, kondisi di Ambon sudah cukup kondusif, dan kepada warga jangan sampai terpengaruh atau terprovokasi,” saran Sunardi, peristiwa di Ambon itu hanya karena Lakalantas, bukan yang lain, jadi kita yang berada di luar Ambon jangan berpergian dulu ke sana. (bala/faby)

Kegiatan Reses Anggota DPRD Kabupaten Malang, Menjaring Aspirasi Masyarakat di Dapil

MALANG, NAGi. Seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, rame-rame melakukan kegiatan “Reses” di masing Daerah Pemilihan (Dapil). Tidak ketinggalan, Miskari, SP, Wakil Ketua Komisi A, Jumat (23/9) baru-bariu ini, turun ke Dapil IV (Kecamatan Ampelgading, Kecamatan Tirtoyudo, Kecamatan Dampit, dan Kecamatan Turen). Maksud dan tujuan dari kegiatan reses III tahun 2011, Anggota DPRD untuk menampung dan menyerap aspirasi usulan dari masyarakat yang belum terakomodir dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) baik pada tingkat kecamatan atau kabupaten. Ada pun yang menjadi sasarannya adalah warga masyarakat yang ada di daerah pemilihan masing-masing Anggota DPRD. Hasil kegiatan reses, dapat menambah wawasan dan bahan yang bisa dijadikan salah satu acuan bagi anggota DPRD dalam upaya mendorong pembangunan yang muaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan ini, dilaksanakan Gedung Balai Pertemuan Umum (BPU) Kecamatan Dampit, menurut Miskari kegiatan reses dilaksanakan di BPU tempatnya sangat strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat desa lainya. “Saya senang bertemu dengan anggota masyarakat secara langsung, agar seluruh masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya/keluhan yang terkait dengan program atau kebijakan pemerintah yang belum tertampung di Musrembang Kabupaten Malang,” kata Miskari, yang juga anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), ketika itu dihadiri Camat, Danramil, Kapolsek, Kepala Desa dan Perangkat Desa se-Kecamatan Dampit, Tim Pengerak PKK, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda dan Karang Taruna, Kader Posyandu dan seluruh masyarakat wilayah Dapil IV berjumlah sekitar 200 orang.

Selanmjutnya dijelaskan Miskari, segala masukkan ini, nanti pihaknya akan berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait atau memperjuangkan program dan kebijakan pemerintah yang belum terakomodir dalam Musrenbang. “Akan saya tanyakan kepada SKPD yang terkait dengan masukkan atau keluhan anggota masyarakat. Proyek-proyek yang diusung oleh masing-masing kecamatan semuanya itu, dikompetisi di tingkat Musrenbang Kabupaten, dan Pemkab Malang akan menetapkan sesuai dengan sekala prioritasnya,” ujar Miskari, tetapi semuanya itu tergantung dari kesanggupan APBD tahun 2011, yang hanya disiapkan untuk belanja modal dan barang sekitar Rp 500 juta lebih, dari total APBD 2010 Rp 1,8 triliun.

Dikatakan Miskari, program-program yang diajukan dalam Musrenbang Kabupaten Malang, itu harus disinkronkan dengan visi, misi Mandep Manteb Pemkab Malang. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) itu, harus sesuai dengan visi-misi Pemkab Malang, dan juga harus sinkron dengan program-program Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Pusat,” harap Miskari, sehingga apabila belum terlaksan dalam tahun 2011 atau 2012, mudahan-mudahan pembangunan di Dapil IV ini, akan terealisasi.

Masukkan Masyarakat

Anggota masyarakat KH H Burahnuddin mengatakan, bangga sekali karena baru kali ini bisa berdialog langsung dengan wakil rakyat, sehingga bisa menyampaikan segala unek-uneknya. “Desa-desa yang ada di Dapil IV ini, siap ditunjuk untuk mengikuti lomba desa, tetapi agar semua kebutuhan difasilitasi oleh pemerintah dengan demikian tidak memberatkan warga masyarakat. Selain itu, bila ada.bantuan mohon betul-betul diawasi, sehingga tepat pada sasaran,” saran KH Burhanuddin, semua aspirasi yang sudah di sampaikan agar betul-betul diperjuangkan dengan pemerintah, dan kami anggota masyarakat menanti jawabannya, bila dilakukan reses lagi.

Sementara itu, Syamsul Arifin, mengharapkan apa yang telah disampaikan tentang anggaran kemitraan yang meliputi bidang Kebinamargaan, Keciptakaryaan dan Pengairan yang dikucurkan ke wilayah mohon di awasi dan dikontrol, sehingga tepat sasaran. ”Mohon bantuan dana untuk pembuatan jalan makadam atau dalam bentuk paving di masing-masing desa merupakan akses jalan demi meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujar Syamsul, jalan-jalan aspal yang sudah rusak segera diprioritaskan untuk diperbaiki, termasuk penyemiran.

Hal yang sama juga diungkapkan, Siamah Handono mengharapkan Bidang Pendidikan UPTD Kecamatan Dampit atau yang termasuk dalam Dapil IV, agar pemerintah dapat meninjau kembali dalam hal peningkatan kesejahteraan guru. “Hal ini, agar tingkat pendidikan menjadi lebih baik, mengingat gaji untuk guru Non Pegwai Negeri Sipil (N-PNS) angat minim. Melalui kegiatan reses ini, Anggota DPRD Dapil V dapat mengkonsultasikan pada Badan Anggaran DPRD Kabupaten Malang untuk memperjuangkan penambahan honornya, apabila tidak diusulkan pemerintah,” tegas Siamah, masalah insentif guru tersendat, bahkan sudah dua tahun belum terealisasi, sehingga perlu ada tindak lanjut dari pemerintah

Selain itu, kata Siamah, dalam permasalahan sumbangan sarana dan prasarana TK belum dibagikan secara merata Kecamatan Dampit dan wilayah Dapil IV memerlukan didirikan tambahan TK Negeri untuk menjembatani guru TK yang sudah diangkat menjadi PNS.

Ditindaklanjuti

Menurut Miskari reses ini, merupakan media penyaluran aspirasi warga masyarakat untuk keadaan yang lebih baik. “Untuk pelebaran jalan raya, pembuatan zebra cross dan warning light akan disampaikan pada dinas perhubungan agar segera ditindaklanjuti. Sedangkan menyangkut pendidikan, mengenai masalah insentif guru akan disampaikan pada Kepala Dinas Pendidikan untuk dianggarkan, sedangkan sumbangan sarana an prasarana TK yang belum merata akan disampaikan dalam rapat dan dibahas dengan bagian pembangunan dan Dinas Pendidikan agar diperhatikan,” janji Miskari, dalam pendirian TK Negeri di masing-masing desa akan diusulkan kepada Diknas agar bisa direalisasikan pendirian TK tersebut.

Sedangkan untuk perluasan gedung aula UPTD TK/SD Kecamatan Dampit. Kata Miskari, akan diusulkan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. “SPM yang diajukan kepada kepala desa akan dijadikan wacana untuk pembahasan dengan Dinas Kesehatan, apakah hal tersebut perlu untuk dilakukan perubahan atau diberikan solusi lain yang lebih baik. Demikan pula dengan pengurusan atas tanah akan dibahas agar prosedur pelaksanaannya lebih efektif,” tutur Miskari, sedangkan hal yang berhubungan dengan pembangunan gedung, jalan dan drainase akan diusulkan kepada Dinas Bina Marga agar direalisasikan pembangunannya sesuai kesiapan dana APBD. (hmsd/ger)

Pejabat Menentukan Langkah dan strategis, Rendra : Memahami Situasi dan Kondisi Masyarakat Saat Ini

MALANG, NAGi. Bupati Malang, H Rendra Kresna menegaskan, pejabat yang baru dilantik dan pengambilan sumpahnya, harus menyadari dan memahami situasi dan kondisi kehidupan masyarakat pada saat ini. Karena tugas dan tanggung jawab itu, bukan semata melaksanakan kewajiban rutin, tetapi juga hendaknya dapat membaca situasi, mentukan langkah strategis dan taktis dalam rangka menata membina dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Hal ini, dikemukakan Rendra pada acara pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan pejabat struktural eselon II, III, dan IV sebanyak 161 orang di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang, Jumat (9/10) pekan lalu di Pendopo Agung Kabupaten Malang. “Untuk itu, diperlukan pengerahan segala daya dan upaya dari seluruh kemampuan untuk dapat menggerakkan roda organisasi Pemerintah Kabupaten Malang, agar dapat memenuhi harapan seluruh lapisan masyarakat,” ujar Rendra, yang ketika itu dihadiri Wakil Bupati, Ahmad Subhan, Sekretaris Daerah (Sekda) Dr Abdul Malik, SE, MSi, para staf ahli bupati, asisten, kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), camat, Ketua TP PKK Kabupaten Malang Ny Hj Jajuk Rendra Kresna, dan Ketua Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Malang, Ny Hj Nurul Abdul Malik.

Selanjutnya dikatakan Rendra, birokrasi pemerintah diharapkan dapat menempatkan diri sebagai institusi yang benar-benar dapat menjalankan fungsi sebagai pelayanan masyarakat. ”Efektifitas penyelenggaraan pemerintah membutuhkan aparat pemerintah yang profesional dengan pola sikap dan perilaku yang berorientasi pada pemberian pelayanan secara maksimal kepada masyarakat,” harap Rendra, yang juga mantan Wakil Bupati Malang periode 2005-2010.

Menurut Rendra, pengertian birokrasi itu sendiri identik dengan pemerintah, baik itu pusat mau pun daerah, merupakan organisasi publik yang mempunyai komposisi terstruktur, hirarkir, mempunyai pembagian kerja dan spesifikasi tugas yang sistematis dan jelas, kode etik, disiplin dan memiliki kontrol operasional. “Oleh karena itu, apabila kita memahami dan memaknai birokrasi itu sendiri, maka fungsi pelayanan kepada masyarakat akan terlaksana dengan baik, jika kondisi unsur pemberian pelayanan juga telah tertata dengan baik,” kata Rendra, berpijak pada asumsi tersebut, marilah introspeksi ke dalam lingkungan kerja masing-masing sudahkan semua sistem, mekanisme, prosedur dan tatalaksana telah berjalan dengan baik.

Dianjurkan Rendra, karena yang kita berikan kepada masyarakat tidak akan optimal, jika kinerja institusi juga belum maksimal. “Karena itu, marilah kita benahi kinerja institusi tempat kita berkeja masing-masing, agar produktivitas kerja dapat ditingkatkan dengan jalan memberdayakan seluruh komponen dan sumberdaya yang telah dimiliki,” ajak Rendra, yang juga Ketua DPC Partai Golkar Kabupaten Malang, tidak dapat dipungkiri bahwa pada tujuan dari seluruh aktivitas permintaan bermuara pada unsur pelayan publik.

Menyadari harapan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, menurut Rendra adalah terletak pada komitmen pemerintah terhadap upaya penyelenggaraan pemerintah yang mengedepankan prinsip-prinsip good governace. “Keterkaitan hal tersebut, maka pada kesempatan ini, saya sampaikan bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Interen Pemerintah (SPSI), maka saya berharap agar para pejabat di lingkungan Pemkab Malang dapat memahami dengan baik secara filosofis mengenai ketentuan ketentuan pokok dalam PP tersebut,” harap Rendra, sehingga mempermudah dalam mengimplementasikan ketentuan tersebut di lingkungan SKPD masing-masing, sehingga dapat menjamin kinerja dari SKPD akan lebih terjaga dan dapat terus ditingkatkan.

Dikatakan Rendra, pada gilirannya akan memberikan kontribusi positif bagi upaya peningkatan kinerja pemerintah daerah secara menyeluruh. “Kondisi yang demikian itu penting, agar dapat meningkatkan rasa mawas diri bagi aparatur, sebagai tindak cegah terjadinya penyimpangan, dan penyalagunaan wewenang, serta sesegera mungkin dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan setiap aparatur untuk diperbaiki dan disempurnakan,” ungkap Rendra, sebagai birokrat hendaknya jadilah birokrasi yang produktif, efektif, efisen, dan berdaya saing dengan penuh dedikasi, loyalitas yang tinggi kepada pimpinan.

Dimaksudkan loyalitas dalam arti, kata Rendra kesetiaan dan kepatuhan kepada peraturan dan perundang-undangan yang salah satu indikatornya harus mampu diwujudkan dengan menunjukkan kinerja yang dibebankan kepada setiap individu. Serta mampu memberikan pembinaan ke bawah yang akhirnya semua dapat dipertanggungjawabkan kepada pimpinan secara berjenjang. (bala/ger)

Daftar Nama Pejabat yang Dimutasi

NAMA PANGKAT JABATAN LAMA JABATAN BARU
Dr Muhammad Fauzi, MSi Pembina Utama Muda IV/c Kepala Dinas Kesehatan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda
Dra Lailatul Fitriyah, MSi Pembina Tk I IV/b Kepala Badan Keluarga Berencana Asisten Administrasi Setda
Drs Adi Satrijo Rachmad Pembina Tk I IV/b Kepala Kantor Pananaman Modal Asisten Kesejahteraan Rakyat Setda
Purnadi, SH, MSi Pembina Utama Muda IV/c Asisten Administrasi Setda Kepala Dinas Kependudukan & Catatan Sipil
Drs EK Hafi Lutfi, MM Pembina Tk I IV/b Asisten Kesejahteraan Rakyat Setda Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Ir Sujono, MP Pembina IV/a Sekretaris Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan Kepala Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan
Sukowiyono, SH, MM Pembina Tk I IV/b Sekretaris Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil & Menengah Kepala Badan Keluarga Berencana
Drs Mursyidah, Apt, MKes Pembina Tk I IV/b Kabid Pengelolaan & Pengawasan Farmasi, Makan, Minuman & Alat Kesehatan Dinas Kesehatan Kepala Dinas Kesehatan
Drs Khoirul Fathoni, MSi Pembina Tk I IV/b Kabid Tenaga Teknis Pendidikan Dinas Pendidikan Kepala Kantor Penanaman Modal
Dr Ir Budiar, MSi Pembina IV/a Kepala Bagian Kerjasama Setda Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda
Drs Doddy Hardiyono Pembina Tk I IV/b Kabid Pengembangan & Pengkajian Kependudukan Dinas Kependudukan dan Cacatan Sipil Kabag Tata Usaha UPT Perizinan
Drs Abdul Haris, MSi Pembina IV/a Kabid Penelitian & Pengembangan Ekonomi & Keuangan Badan Penelitian dan Pengembangan Sekretaris Dinas Sosial
Dra Aning Yuliandari, MM Pembina IV/a Sekretaris Dinas Sosial Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Dra Sri Untari Pembina Tk I IV/b Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa & Politik Sekretaris Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral
Drs Arifin Pembina Tk I IV/b Sekretaris Dinas Energy & Sumberdaya Mineral Sekretaris Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil & Menengah
Dra Mamik Sri Utami, MSi Pembina Tk I IV/b Sekretaris Badan Perpustakaan, Arsip & Dokumentasi Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan
Drs Sutrisno Pembina IV/b Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Sekretaris Badan Perpustakaan, Arsip & Dokumentasi
Drs Ainur Rofiq Mansur Pembina IV/a Kabid Mutasi Jabatan Badan Kepegawaian Daerah Sekretaris Badan Kepagawaian Daerah
Dra Shanti Purwaningtyas Pembina IV/a Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Sekretaris Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Drs Adi Karyanto, MPd Pembina Yk I IV/b Sekretaris Dinas Pendidikan Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan
Dra Endah Parminingtyas, MSi Pembina IV/a Camat Kesembon Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malang, 2011.

Target Pengujian Kendaraan Bermotor di Kota Pasuruan, Sampai dengan Agustus 2011 Realisasi Rp 141,5Juta

PASURUAN, NAGi. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pasuruan, sedang gencar menargertkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kinerja UPTD Pengujian Kendaraan ini, semakin hari semakin meningkat, karena melakukan sosialisasi dan perbaikan sistem kerjanya demi pelayanan kepada masyarakat. Sehingga pada akhir Agustus 2011 dari target PAD Rp 230.457.000,- realisasinya sudah mencapai Rp 141.597.000,-, sehingga sisa PAD sebesar Rp 72.109.500,-.

Kepala UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pasuruan, H Basuki, SE yang telah bekerja Dishub Laut empat tahun mengatakan, pelayanan pengujian kendaraan bermotor ini, telah mengikuti standar nasional. “Dengan kontribusi kepada PAD Kota Pasuruan, berarti andil untuk menambah PAD dan juga dapat membantu pelayanan dengan baik, nyaman, serta kondusif kepada masyarakat,” kata Basuki, yang telah bekerja di Bappeda Kota Pasuruan selama 12 tahun. (nizar)

TARGET PAD PENGUJUIAN KENDARAN BERMOTOR 2011

BULAN TARGET REALISASI SISA PAD
Januari 230.457.000 16.750.500 213.706.500
Pebruari213.706.500 18.626.500 195.080.000
Maret 195.080.000 20.579.500 174.500.500
April 174.500.500 18.639.500 155.807.000
Mei 155.807.000 20.460.000 135.347.000
Juni 135.347.000 21.980.000 113.367.000
Juli 113.367.000 21.117.000 92.250.000
Agustus 92.250.000 20.140.500 72.109.500
Sumber :UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pasuruan, 2011.

Ratusan TPP Agama Resah, Sampai Sekarang Belum Cair

PASURUAN, NAGi. Ratusan guru Madrasah di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pasuruan merasah resah dengan molornya pencairan Tunjangan Profesi Pendidikan (TPP). Mereka sejak dinyatakan lulus bersertifikat tahun 2010 dan sudah memenuhui persyaratan, hingga sekarang belum juga menerima uang tersebut.

Menurut Fajar Kustanto salah seorang guru Madrasah Aliyah, ada hal-hal yang mengganjal dan yang menjadi pertanyaan baginya. “Mengapa TPP kami belum juga dicairkan, padahal sudah mendekati akhir tahun anggaran 2011. Lebih aneh lagi, yang ikut sama-sama program sertifikat yang bernaung di bawah payung Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan sudah cair sebelum lembaran, sedangkan kami belum juga,” harap Fajar, kepada Kantor Kemenag Kabupaten Pasuruan bisa memperjuangkan nasip para guru, agar segera mendapatkan TPP.

Kepala Seksi Madrasah Pendidikan dan Agama (Mapenda) Kemenag Kabupaten Pasuruan, Drs H Munif Armuza, MA mengatakan keluhan molornya pencairan TPP, pihaknya sudah berusaha mengklarifikasikan ke Kemenag di Jakarta. “Kami sudah mengirimkan berkas-berkas dan persyaratan, tetapi sampai sekarang belum ada jawaban. Untuk guru yang lolos sertifikasi tahun 2007, 2008, dan 2009 sudah tidak ada masalah lagi, mereka ada sebanyak 324 dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 680 yang Non PNS sudah realiasasi,” jelas Munif, ada perbedaan sehingga lama baru dapat dicairkan

Dikatakan Munif, pada tahun 2010 sangat berbeda ada dua kriteria yaitu mereka yang berstatus guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah di bawah naungan Diknas jumlah sebanyak 304 orang, sedangkan kriteria yang kedua adalah guru Madrasah di bawah naungan Kemenag sebanyak 257 orang. “Sudah kami jelaskan kepada guru-guru, keterlambatan pencairan itu, karena masalah dalam proses penetapan Nomor Register Guru (NRG) yang saat ini dalam proses,” kata Munif, di Kemenag bukan hanya mengurus guru-guru dari Kabupaten Pasuruan, tetapi seluruh Indonesia, jadi memakan waktu, dan bersabar pasti akan dicairkan. (nizar)

Raperda Pendidikan, Komisi E DPRD Jatim Penggagas

Raperda Pendidikan,
Komisi E DPRD Jatim Penggagas
------------lead 1 kolom---------------
SURABAYA, NAGi. Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur, menggagas terbentuknya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sistem Pendidikan. Salah satu poin yang bakal masuk dalam Raperda adalah orangtua dan sekolah yang tidak memberikan perhatian pada pendidikan anak, akan terancam sanksi. Termasuk, bila anak usia sekolah, tetapi orangtua tidak menyekolahkan.

Hal ini, dikemukakan Wakil Ketua Komisi E DPRD Prov Jatim, Fuad Mashuni, bahwa di sinilah perlu adanya Reperda Sistem Pendidikan. “Orangtua tidak dapat memperlakukan anak seenaknya untuk mendapat pendidikan, termasuk sekolah juga berkewajiban meningkatkan mutu pendidikan,” jelas Fuad, penyusunan Reperda ini mengacu kepada antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendinas) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan.

Raperda ini, menurut Fuad sebagai proses minimnya perhatian orangtua terhadap pendidikan anak. “Berdasarkan hasil survei, sekitar 60-70 persen orangtua menggantungkan pendidikan anak hanya pada sekolah dan guru. Ini, harus diluruskan. Jangan menganggap dengan mengeluarkan biaya besar, kemudian seluruh tanggung jawab pendidikan diserahkan kepada sekolah,” ujar Fuad, dan mengingatkan juga kepada pihak sekolah jangan terlalu memungut uang sekolah berlebihan, harus dibahas bersama komite sekolah dan orangtua/wali murid. (kus)

Dirasakan Mahalnya Biaya Pemilu, Liliweri : Partai Kartel dalam Negara Kartel

KUPANG, NTT, NAGi. Guru Besar Ilmu Komunikasi Budaya dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Prof Dr Alo Liliweri menilai sistem multi partai di Indonesia hanya mempertontokan partai kartel dalam sebuah negara yang kartel pula. Hal ini, ditandai dengan munculnya kerjasama yang komplementer dan simetris antara negara, pemerintah dan partai politik dalam setiap momentum politik, sehingga salah satu dampak yang dirasakan adalah mahalnya biaya pemilu.
Dijelaskan Liliweri, akibat partai kartel dalam negara kartel itulah yang berdampak pada mahalnya biaya pemilu, khususnya Pemilu Kepala Daerah (Pilkada). Merasa prihatin dan cemas terhadap perkembangan demokrasi berbiaya tinggi, khususnya dalam Pilkada. "Memang perlu biaya besar dalam kegiatan politik seperti Pilkada, tetapi sumbernya harus legal, besarannya pun tidak boleh melampaui batas kepatutan. Pilkada di sejumlah wilayah diwarnai praktek-praktek tidak terpuji mulai dari politik uang hingga terjadinya aksi-aksi anarkis. Seluruh komponen bangsa meningkatkan kualitas demokrasi, pemerintahan, dan pelayanan publik di daerah,” kata Liliweri yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undana Kupang.
Menurut Liliweri, kartelisasi negara dan politik kini semakin menyeruak. Negara, pemerintah, dan partai politik seolah mempertontonkan kerjasama yang komplementer dan simetris untuk tidak dikatakan kolusi antara partai-partai politik dan para wakil mereka di DPR, antara partai-partai politik yang membentuk koalisi dan oposisi dengan dan terhadap pemerintah. "Perilaku ini, dalam budaya komunikasi politik disebut kartelisasi di mana kita sedang menghadapi era baru negara demokrasi dan sistem kepartaian yang ditengarai oleh peranan aparatur negara dan peranan partai-partai politik yang bekerja sama membentuk 'negara kartel,” ungkap Liliweri, dengan dukungan 'partai kartel.
Kartelisasi, kata Liliweri dapat dipahami sebagai sebuah konsorsium yang dibentuk oleh beberapa perusahaan yang secara bebas dan saling percaya bekerjasama membatasi persaingan sesama perusahaan untuk menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain.


Lebih jauh dijel;askan Liliweri, Negara Kartel, istilah kartel dalam 'teori negara kartel' secara sederhana dikenal sebagai aliansi antara para pesaing (alliance of rivals) untuk menghadapi pesaing-pesaing besar dalam Perang Dunia. Makna negara kartel ini, semakin dikenal lantaran menggabungkan fungsi politik dan fungsi pemerintahan dalam sebuah kartel yang didukung oleh kerjasama antara negara dengan partai-partai politik dalam suatu negara.
Partai kartel, dikatakan Liliweri umumnya dibentuk sebagai tanggapan partai politik terhadap posisi mereka yang terletak antara lingkungan masyarakat dan negara. Model ini, mendalilkan bahwa partai-partai semakin kehilangan kapasitas dan keinginan mereka untuk memenuhi fungsi-fungsi legislasi seperti fungsi artikulasi, agregasi, perumusan tujuan dan mobilisasi politik.

Dalam kaitan dengan Pilkada, misalnya, muncul kartelisasi di mana partai-partai kecil membentuk koalisi untuk bisa mencapai 15 persen, sehingga bisa mengusulkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam suatu momentum Pilkada. Koalisi ini, dibentuk karena partai-partai memiliki kepentingan yang sama tetapi implikasinya adalah seorang calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal.

Menurut Liliweri, karena itu, pilihan tepat untuk menekan biaya Pemilu khususnya Pilkada adalah pelaksanaan Pemilu mulai dari presiden, gubernur, bupati/walikota, DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan secara serentak dalam satu hari. Hanya dengan cara itu, seorang calon, baik calon kepala daerah dan DPR hanya mengeluarkan satu kali biaya untuk partai politik dan tim pemenangan. (antara/ade)

Kegiatan Berbasis Partisipasi Masyarakat, PNPM dan Pembangunan Demokratis

DARI sedikit program pemerintah yang berjalan konsisten dan tumbuh, ada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini, untuk menanggulangi kemiskinan. PNPM tumbuh dari kegiatan berbasis partisipasi masyarakat yang sudah ada sejak awal reformasi dan kini berkembang ke berbagai bentuk program pedesaan-perkotaan, sektoral (perikanan, pertanian, kredit usaha kecil), hingga pembangunan sosial ekonomi wilayah.

Berbeda dari program mengatasi kemiskinan lainnya, program ini sangat diwarnai demokrasi, seperti partisipasi dan kontrol tentang keputusan kegiatan pembangunan tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah tidak hanya membiayai proyek yang dipilih, tetapi juga fasilitator seluruh administrasi pengelolaan dari tingkat lokal ke tingkat nasional. Program ini, sangat terstruktur, terutama untuk mencegah kebocoran.

Program Kebanggan

PNPM mirip dengan model partisipatoris di Porto Alegre, Brasil yang kemudian menjadi model pembangunan demokratis di banyak negara. PNPM kini lebih masif dan menjadi salah satu program kebanggaan (flagship) pemerintah sekarang. Dana diturunkan ke kecamatan untuk dikompetisi di tingkat di bawahnya. Fasilitator kecamatan membantu masyarakat kampung atau RT untuk secara kolektif menentukan apa yang dibutuhkan masyarakat. Jika, sudah disetujui, masyarakat pula yang memilih siapa yang akan mengerjakan proyek. Dengan mekanisme semacam ini, PNPM diharapkan dapat memberdayakan ekonomi masyarakat lokal, sekaligus mendorong partisipasi dan inovasi.

Namun, sampai saat ini, dampak PNPM masih amat terbatas, terutama secara ekonomi. Studi-studi oleh PNPM mau pun lembaga lain menunjukkan dampak ekonomi tidak banyak dan terutama terbatas pada golongan sangat miskin yang tertolong karena ada proyek infrastruktur PNPM. Sebagian dana yang diputuskan untuk proyek infrastruktur sering kali tidak cukup matang diputuskan oleh masyarakat setempat. Persoalan yang lebih makro adalah program infrastruktur yang dipilih merupakan proyek parsial yang kurang terkait potensi lokal mau pun program-program pembangunan di tingkat yang lebih tinggi.

Kelemahan yang lebih menonjol adalah asumsi tentang rekayasa sosial melalui program pembangunan. Lepas dari tidak tersedianya fasilitator yang andal, program itu sendiri tampak tidak siap memperhitungkan karakter masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan “demokratis”. Sebagian besar masyarakat di tingkat lokal sebelum program PNPM masuk belum mempunyai lembaga pengambilan keputusan kegiatan pembangunan yang berjalan baik.

Struktur yang disediakan negara, yaitu musyawarah perencanaan pembangunan, tak efektif karena tak ada konsistensi pengusulan di tingkat desa ke penentuan anggaran daerah di tingkat-tingkat selanjutnya. PNPM belum berhasil menyatukan desain pengambilan keputusan kolektif dengan memanfaatkan lembaga yang ada. Namun, wadah dalam PNPM untuk mendorong partisipasi lokal, yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat/Lembaga Keswadayaan Masyarakat, bagaimana pun, telah menghasilkan bibit-bibit perubahan di tingkat lokal. Studi-studi menunjukkan bahwa kelompok masyarakat lokal, dengan derajat yang berbeda, belajar sesuatu dari proses pengambilan keputusan kolektif. Wadah ini, telah memperkenalkan sesuatu yang berharga, yaitu membiasakan pengambikan keputusan berdasarkan kesadaran akan beragamnya kepentingan dan pertimbangan rasional dalam kegiatan pembangunan.

Beberapa kasus yang dianggap berhasil dikondisikan adalah hadirnya pemimpin lokal dan semacam aktivisme sosial. Namun, fasilitator menghadapi tantangan yang sukar, dominasi elit lokal, pengambilan keputusan sembarangan, perbedaan akses yang dimiliki kelompok masyarakat yang berbeda (khususnya kelompok miskin dan perempuan) yang tidak mempunyai kapasitas bersuara di publik.

Fasilitator Andal

Pelajaran dari Porto Alegre menunjukkan, butuh waktu bertahun-tahun dan mekanisme fasilitasi yang jauh lebih konsisten serta fasilitator yang berkemampuan sosial, politik dan intelektual; seperti aktivis partai politik, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan keagamaan.

Masalah lalu adalah program ini tidak didesain untuk membangun kapasitas organisasi ekonomi masyarakat setempat. Program kredit pedesaan tidak berhasil, karena kelompok pengelola bersifat dadakan dan tidak melembaga. Akibatnya, dana pinjaman banyak dipakai untuk menutup kebutuhan dan kegiatan ekonomi sesaat daripada memperkuat kapasitas ekonomi yang sudah ada. Fasilitator umumnya tidak mempunyai kemampuan membangun kelompok dan organisasi ekonomi. Wilayah kerja ini, harus ditangani orang yang benar-benar mengerti inovasi sosial kegiatan ekonomi.

Maka, untuk memperbaiki PNPM perlu beberapa perubahan. Program tidak boleh berdasarkan pertimbangan pencapaian seluas-luasnya, melainkan terfokus pada program yang dapat mencapai penguatan ekonomi. Dalam hal ini, tidak selalu tujuan penguatan partisipasi seimbang dengan penguatan ekonomi. Tak banyak daerah memilik kelompok masyarakat sipil yang siap mendukung. Dalam kondisi semacam itu, penguatan aspek teknokrasi di tingkat kecamatan dan kabupaten harus lebih kuat.

Seharusnya tidak tertutup kemungkinan untuk menentukan proyek untuk tingkat kecamatan atau kabupaten sejauh hal itu dipertimbangkan membawa dampak lebih luas. Sebagian dana harus dialihkan untuk meningkatkan kapasitas organisasi dan lembaga ekonomi rakyat. Adalah lebih baik memanfaatkan organisasi dan lembaga yang sudah ada, karena kemungkinan berhasilnya lebih besar. Indonesia, negara besar ini, sangat miskin dalam pengetahuan dan praktek penguatan organisasi dan kelembagaan.

Perbaikan lain yang juga krusial adalah pengintegrasian dengan program pembangunan daerah. Selain masalah orientasi dan kapasitas eksekutif, desain PNPM dari pusat memang tidak banyak memberi tempat pada aspek ini. Di negara lain, upaya pembangunan lokal sudah melewati tahap keterpikatannya dengan jargon-jargon demokrasi yang yang tidak matang. Saat ini, di banyak negara, yang diperkuat adalah kerangka tentang kemitraan pelbagai pihak dalam pembangunan daerah, agar mendapat model komitmen yang lebih baik.

MEUTHIA GANIE-ROCHMAN
Mendalami Sosiologi Politik dan Organisasi; Mengajar di Universitas Indonesia.

Pemilihan Calon Kepala Desa Ngembal, Kecamatan Wajak, Sofiyah, SH : Meningkatkan Aktivitas Kelompok Tani

HARI MINGGU, Tanggal 9 Oktober 2011 masyarakat Desa Ngembal, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang mempunyai “Gawe” besar. Hari itu, adalah penentuan nasib desa, yang bakal dipimpin dari ketiga calon Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Tetapi, menurut perhitungan di atas kertas, calon kuat adalah Shofiyah, seorang wanita wiraswasta yang maju, diharapkan akan meraih orang nomor satu di desanya, dan menyisihkan dua calon lainnya. Shofiyah yang berlatar belakang Ketua Kelompok Tani (Gapoktan) Melati Putih Desa Ngembal meraub dukungan yang besar, karena salah satu misinya “Meningkatkan Aktivitas Kelompok Tani”.

Dukungan masyarakat yang berluber, kata Shofiyah, tetapi tidak menjadi takabur, karena dukungan itu bisa kepada siapa saja. “Yang penting saya bisa memimpin desa dan membawa desa yang lebih maju daripada hari ini,” tegas Shofiyah, yang juga Seksi Budaya DPD Golkar Kabupaten Malang, yang menggadangkan visinya “Membangun Desa untuk Mensejaterahkan Masyarakat” dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang terbaik.

Shofiyah mengatakan tidak muluk-muluk membawa misi-visinya, tetapi sudah layak dan pantas seorang wanita memimpin desa yang tercinta, karena asli penduduk Desa Ngembal. Shofiyah berani menawarkan misi kepada masyarakat yang akan menjadi misi-visi desanya apabila terpilih, yaitu; 1) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, 2) Meningkatkan aktivitas kelompok tani di desanya, karena sudah dikenal di Kementerian Pertanian, 3) Memberdayakan masyarakat untuk berkoperasi, dan 4) Menciptakan stabilitas yang kondusif. Shofiyah hubungan yang luas dengan para pejabat, pengusaha dan ketua-ketua partai, bisa membawa pembangunan yang lebih maju untuk desanya.

Shofiyah yang aktif dalam kelompok pengajian yang ditunjuk sebagai Ketua Pengajian Al-Hidayah Desa Ngembal mengatakan, apabila terpilih akan memperkuat koperasi dan kelompok tani di desanya. “Masyarakat desa kebanyakan mata pencaharian bertani dan pedagang kecil yang harus dibantu, dengan kegiatan dan terobosan-terobosan untuk memperkuat ketahanan pangan, sosial, rasa kebersamaan dan persatuan, serta solidaritas sesama umat, maka akan meningkatkan pengajian bagi ibu-ibu dan bapak,” harap Shofiyah, mengajak para pendukungnya jangan sampai bisa dibeli dengan uang, tetapi memilihnya pada 9 Oktober 2011, karena suara anggota masyarakat sangat menentukan kepemimpinan enam tahun ke depan. (ris)

Pemerintah Gresik dan Lamongan, Bangun Bendung Senilai Rp 1,3 Triliun

GRESIK, NAGi. Pemerintah Kabupaten Gresik dan Pemerintah Kabupaten Lamongan berkerjasama dalam upaya membangun bendungan di Desa Sembayat, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik untuk menanggulangi musim kemarau yang panjang dan juga untuk mengatasi banjir yang hampir setiap tahun melanda daerah sekitarnya. Pembangunan bendung itu, seluas 66 kektar (ha) menelan biaya sebesar Rp 1,3 triliun memlalui Pemerintah Pusat, Pemkab Gresik, dan Pemkab Lamongan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gresik, Muhamad Najib mengatakan, pekerjaan pembangunan bendung ini mulai bulan Nopember 2011 dan ditargetkan selesai pekerjaannya pada tahun 2013. “Bendungan ini, akan dibangun bersama dengan Pemerintah Kabupaten Lamongan seluas 66 ha, dan dapat menampung air sekitar tujuh juta kubik,” kata Najib, selain itu fungsi bedung ini untuk menjaga dampak air laut pada pasang naik.

Dikatakan Najib, dengan adanya bendung itu, maka kebutuhan air bersih untuk Kabupaten Gresik dapat ditanggulangi dan berkecukupan. “Dana untuk pembangunan bendung ini sudah disiapkan oleh Pemerintah Pusat, Pemkab Gresih, dan Pemkab Lamongan. Pihaknya sudah selesai membebaskan lahan, sehingga pembangunan bendung ini berjalan lancar tidak ada kendala lagi,” ungkap Najib, apabila bendung ini selesai dibangun, maka pada tahun 2013 di Gresik tidak lagi mengalami kekuarang air bersih. (kus)

Pembangunan Embung di Kecamatan Tumpang, Biaya APBN, Melayani 614.000 Ha Sawah

MALANG, NAGi. Terobosan Pemerintah Kabupaten Malang, untuk menanggulangi kekeringan di beberapa tempat, terutama untuk wilayah yang sentara pertanian, kini Dinas Pengairan Kabupaten Malang telah membangun Embung di Desa Malangsuko, Kecamatan Tumpang. Pembangunan ini, dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2010/2011 sebesar Rp 1,380 miliar. Embung ini, memiliki daya tampung volume sebesar 24.000 meter kubik (m3), dan dapat melayani sekitar 614.000 hektar (ha) sawah. Hal ini, untuk mendukung visi-misi Kabupaten Malang, yaitu embung dengan berbasis masyarakat.

Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Malang, Ir Agus Priyanto menjelaskan, pembangunan embung di Desa Malangsuko yang luasnya 0,8 ha dengan kedalaman tiga meter, dikerjakan oleh CV Bintang Bagas Abadi ini, bisa disalurkan ke sawah-sawah beberapa desa di Kecamatan Tumpang yaitu, Desa Tumpang, Desa Bokor, Desa Slamet, dan Desa Sumber Pasir. “Sebelum dibangung tahun 2010 lalu lahan-lahan itu kering ditanami masyarakat tebu dan berapa hektar sawah. Atas usulan sebagian masyarakat agar lokasi itu dimanfaatkan untuk sawah dan tanaman palawijo karena hamparannya luas, dan hanya dinikmati segelintir orang saja,” kata Agus, jeblosan Institut Teknologi Nasional (ITN) Kota Malang, maka pemerintah mengusulkan ke pemerintah pusat agar dibangun embung-embung di lokasi itu.

Selanjutnya dijelaskan Agus, pembangunan embung itu di atas lahan milik Pemerintah Kabupaten Malang. “Setelah kami melakukan survei dan hasilnya dapat dibangun embung untuk melayani masyarakat di sekitar lokasi itu. Ternyata pada musim hujan bisa menampung air hujan sebanyak 24.000 m3, dan dapat mengairi sekitar 614.000 ha, ini sungguh luar biasa karena dapat melayani penduduk di sana,” ujar Agus, mantan Kepala Bidang Pengembangan Konservasi Sumber Daya Air (PKSDA) Dinas Pengairan Kabupaten Malang, sedangkan pembangunan saluran sekunder, tersier digunakan dengan dana APBD, yang sudah diusulkan dalam tahun anggaran 2012 ini bisa disetujui oleh dewan, maka masyarakat di Kecamatan Tumpang tidak lagi mengalami kekurangan air di saat musim kering.

Dikatakan Agus, yang baru menjabat Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Malang Januari 2011 lalu, dengan adanya embung ini, petani yang selama ini hanya memanam padi sawah satu kali saja dalam satu tahu, tetapi kini bisa memanen padi sawah sebanyak tiga kali dalam setahun dan palawijo dua kali dalam setahun. “Pembangunan embung di Desa Malangsuko ini, juga menjadi tempat wisata ramai pengunjung, karena bisa sebagai tempat untuk memancing berbagai jenis ikan air tawar di embung itu,” tutur Agus, kelahiran Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur 52 tahun yang lalu, Dinas Pengairan sudah membangun beberapa embung lainnya di Desa Ringin Singosari, Kecamatan Sumberpucung, dan Kecamatan Ngajum. (bala/faby)

Pegawai Mengeluh Tarikan Dana untuk Kenaikan Pangkat, BKD Kabupaten Malang Mengeluarkan SE Kepada Seluruh SKPD

MALANG, NAGi. Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Malang mengeluh dengan ada tarikan dana dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Malang, dengan alasan untuk memperlancar urusan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) Surabaya dan pusat. Besarnya bervariasi dari golongan satu sampai dengan golongan IV. Sejumlah Kepala Sekretaris Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) juga mengeluh merasa ditekan, karena sebagai koordinator di masing-masing SKPD untuk mengumpulkan uang dan disetorkan kepada BKD. Adanya keluhan dari pegawai itu, Kepala BKD Kabupaten Malang, Ir Didik Budi Mulyono, MT, mengatakan dalam waktu dekat ini akan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh SKPD di lingkungan Pemkab Malang, isinya tidak ada pungutan uang sepersen pun dalam pengurusan kenaikkan pangkat untuk setiap PNS, karena itu adalah haknya mereka.

Sejumlah Sekretaris SKPD mengeluh tarikan dana untuk mengurus kenaikkan pangkat PNS dari golongan I sampai dengan gol IV dengan biaya yang bervariasi. “Teganya, seperti PNS golongan I juga ikut ditarik dana untuk diberikan kepada BKD selanjutnya untuk sebagai uang pelicin mengurus kenaikkan pangkat,” ujar salah satu Sekretaris SKPD yang tidak mau namanya disebut, demi kariernya.

Timpal Sekretaris SKPD lainnya, kami disuruh untuk mengumpulkan dana dari pegawai di lingkungan SKPD yang dikoordinasikan. “Karena besarannya tidak ditentukan dari golongan I sampai dengan golongan IV, maka kami memberi sepantasnya saja. Tapi, diberitahukan oleh BKD itu, dananya masih kurang, sehingga perlu ditambah lagi,” tuturnya, dan katanya dari BKD hal ini sudah dibicarakan dengan Bupati, H Rendra Kresna, sambung Sekretaris SKPD lainnya, yang menjadi masalah tidak ada surat resmi dari BKD, hanya secara lisan saja, sehingga agak sulit mengumpulkan uang di lingkungan SKPD-nya.

Beberapa pegawai golongan I di sejumlah SKPD menceriterakan, bahwa mereka dipungut per orangan Rp 300 ribu, untuk meloloskan kenaikkan pangkat. “Kami ini, pegawai yang paling rendah, koq teganya masih memungut uang dari kami. Ya….kalau mereka yang eselon IV, III, dan II itu, ada tunjangan strukturalnya, sehingga bisa menyisihkan sebagiannya ke BKD,” kesalnya, kalau BKD ketika masih dipimpin oleh Drs Tulus Haryanto, MSi (sekarang menjadi Astaf Ahli Bupati), tidak pernah melakukan hal seperti ini.

Sementara itu, para kepala sekolah yang dilantik, juga mengeluh adanya pungutan yang tidak jelas dari BKD untuk acara pelantikan di Pendopo Agung Kabupaten Malang setiap orang sebesar Rp 150 ribu, sedangkan pada saat menerima SK-nya besaran antara Rp 250 untuk Kepala Sekolah SD, Rp 300 ribu untuk Kepala Sekolah SMP, dan Rp 400 ribu untuk Kepala Sekolah SMA/SMK. “Kalau dipungut Rp 150 ribu untuk acara pelantikan, kami iklas karena biaya itu untuk dekorasi, petugas kebersihaan, makanan dan minimum kami dan para undangan. Tetapi untuk menerima SK, kami masih dipungut lagi, padahal itu haknya kami,” keluh salah seorang Kepala Sekolah SD, meminta jangan ditulis namanya menyangkut nasibnya, nanti BKD tidak mau proses untuk kenaikkan pangkatnya.

Bantah

Kepala BKD Kabupaten Malang, Didik membantah bahwa ada permintaan dari pihaknya untuk mengumpulkan uang di setiap SKPD. “Itu, tidak ada permintaan dari kami untuk memperlancar atau memuluskan usulannya ke BKN Pusat. Tunjukan siapa yang berbicara tentang hal ini, supaya dikonfrontir dengan saya,” tegas Didik, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Malang, jangan menghebuskan isu-isu yang tidak bertanggung jawab.

Selanjutnya dikatakan Didik, dalam waktu dekat pihaknya akan mengeluarkan SE yang ditujukan kepada semua pimpinan SKPD, UPTD, bahkan kepada seluruh Kepala Sekolah SD, SMP, SMA/SMK yang isinya dalam pengurusan surat-surat atau kenaikkan pangkat di BKD, tanpa dipungut biaya sepersen pun. “Saya khawatir para Kepala UPTD yang mengkoordinasi semua kepala sekolah mengumpulkan uang untuk pengambilan SK-nya, sedangkan dari pihak kami tidak memerintah untuk memungut uang-uang tersebut,” elak Didik manta Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang, sejak Januari 2011 menjadi Kepala BKD, tidak pernah meminta kepada SKPD untuk mengumpulkan uang-uang katanya untuk sebagai pelicin, itu tidak mungkin karena sudah menjadi hak mereka.

Secara terpisah, Kepala BKD Kota Batu Drs Abu Sufyan, MM, mengatakan di lingkungan Pemerintah Kota Batu tidak pernah mengeluarkan berupa surat resmi atau perintah lisan memungut uang untuk melicin pengurusan kenaikkan pangkat bagi PNS di Kota Batu. “Hal ini, tidak mungkin, karena pengurusan kepegawai berupa kenaikkan pangkat itu sudah melalui online, jadi kalau sudah waktunya naik pangkat, sudah secara otomatis yang bersangkutan dimberitahu dan mengambil petikannya di BKD tidak dipungut biaya,” tutur Abu, yang mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batu.

Begitu juga, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Drs Suwandi, MM, MSi mengatakan pihaknya tidak mengetahui adanya pungutan setiap kepala sekolah yang memperoleh SK-nya setelah dilantik. “Saya tidak pernah mengkoordinasi atau memerintah kepada UPTD untuk mengkoordinasi/memungut uang itu. Karena masalah pelantikan bukan urusan kami, semuanya itu dilakukan oleh BKD,” tegas Suwandi, mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Malang, pihaknya mendengar keluhan-keluhan dari kepala sekolah ditarik uang dari BKD untuk menerima SK sebesar itu. (bala/faby/ari/ger)

PDAM Kabupate Rote Ndao Rugi Rp 1 Miliar, Biaya Operasional Tinggi, Pendapatan Rendah

BA'A-ROTE, NTT, NAGi. Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (Dirut PDAM) Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Marten Kalla, SIP mengatakan, dari sisi keuangan perusahaan yang baru dipimpinnya memang tidak sehat. Biaya operasionalnya tinggi sementara pendapatannya rendah menyebabkan PDAM mengalami kerugian sebesar Rp 1 Miliar.

Menurut Marten, dari sisi keuangan memang PDAM Rote Ndao kurang sehat, karena biaya operasional tinggi tetapi pendapatan rendah. “Banyak hal yang mempengaruhi hal ini, ada kemungkinan pencatatan meteran tidak tertib. Kemungkinan lainnya, ada dugaan kolusi antara pencatat meteran dengan pelanggan,” jelas Marten, juga ada kesalahan input data meteran dari lapangan yang dimasukan ke dalam komputer.

Dikatakan Marten, persoalan-persoalan tersebut, sedang dikaji sehingga mengapa perusahaan tersebut mengalami kerugian hingga mencapai Rp 1 miliar. Upaya pengkajian tersebut merupakan langkah awal pembenahan yang dilakukannya guna memenuhi harapan Bupati Rote Ndao, Leonard Haning. “Langkah awal yang dilakukan dalam mengkaji berbagai persoalan tersebut, yakni konsolidasi dengan seluruh staf PDAM, menginventarisir masalah-masalah yang menyebabkan sakitnya PDAM,” ungkap Marten, masalah yang diinventarisir menyangkut berbagai aspek, baik dari aspek keuangan, teknis, administrasi, manajemen maupun masalah lainnya.

Selanjutnya dijelaskan Marten, masalah-masalah tersebut, bisa menjadi penyebab sehingga penerimaan PDAM rendah yang berakibat perusahaan menjadi rugi.
Langkah lain yang dilakukannya saat ini, bersama Kabag Teknik menginventarisir sumber air yang bisa dikelola untuk segera menghasilkan uang.
Selain itu, menurut Marten hal yang akan dilakukan meningkatkan Sambungan Rumah (SR) dan meningkatkan jumlah pelanggan yang menikmati air bersih dari PDAM. “Dua sumber mata air yang direncanakan segera dikelola, yakni sumber mata air Oemau, Kecamatan Lobalain dan sumber mata air Lualemba, Kecamatan Rote Barat,” tutur Marten, tidak tertutup kemungkinan juga mengelola sumber-sumber air lainnya yang berpotensi bagi pelayanan air bersih PDAM. (lex/kp)

Tekanan Politik Kepala Daerah, Moratorium Pegawai Negeri Sipil

PELAYANAN PUBLIK menjadi persoalan serius, karena birokrasi di negeri ini masih bersifat retoris dan lamban dalam berkerja. Harus diakui, perkembangan birokrasi di negeri ini masih jauh dari ideal. Setiap tahun jumlah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang direkrut terus meningkat, tetapi pelayanan publik tak kunjung membaik. Padahal, perekrutan dilakukan baik oleh pemerintah pusat mau pun daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik di berbagai bidang kehidupan.

Sementara itu, PNS kian jadi “primadona” bagi berbagai kalangan masyarakat dan kelas sosial. PNS tak hanya dipandang sebagai lapangan pekerjaan, tetapi juga telah menjadi status sosial yang “berkelas” dan memiliki gengsi tertentu di masyarakat. Bahkan, sejumlah humor yang sering terdengar sebagaimana “Jatah PNS” di sejumlah daerah “diperjualbelikan” oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Seperti puncak gungung es, di dalamnya tersimpan beragam persoalan terkait kondisi politik dan pertarungan kepentingan politik di level lokal di setiap daerah.

Penandatangan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait Moratorium PNS dilangsungkan pada 24 Agustus 2011 oleh Menteri Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Dalam Negeri. Dengan penandatangan SKB ini, Moratorium PNS resmi berlaku sejak 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012.

Kebijakan ini, dilakukan oleh pemerintah membenahi segala sesuatu terkait dengan penerimaan PNS, termasuk berbagai aturan yang berkaitan dengan kepegawaian dan komposisi belanja daerah, yang saat ini umumnya tak sehat. Fakta membuktikan, belanja pegawai jauh lebih besar ketimbang belanja publik atau anggaran yang digunakan untuk pelayanan publik dan pembangunan.

Belanja pegawai di 294 kabupaten/kota lebih dari 50 persen APBD. Bahkan di 116 kabupaten/kota justeru lebih dari 60 persen. Tidak hanya itu, di sejumlah daerah juga ditemukan adanya alokasi belanja pegawai lebih 70 persen dari APBD.

Meskipun demikian, kebijakan tersebut menjadi “bola panas” di sejumlah daerah. Benar bahwa kebijakan moratorium tidak meliputi perekrutan CPNS, tenaga guru, tenaga kesehatan, dan tenaga ahli lainnya yang dibutuhkan. Akan tetapi, masa berlaku Moratorium CPNS selama 2011 ini tentu menyisakan “beban politik” yang cukup serius bagi sejumlah daerah. Pasca-otonomi daerah, birokrasi daerah justeru tidak menentukan, karena tekanan politik kepala daerah. Ada tiga jenis tekanan politik yang kian tak terhindarkan. Pertama, kepentingan personal para kepala daerah dan wakil kepala daerah terkait dengan biaya politik mereka. Kedua, kecenderungan tekan politik dan tarik ulur kepentingan Parpol penguasa. Ketiga, tekanan politik dari penyandang biaya politik.
Reformasi Birokrasi

Agenda penting yang masih terlupakan dibalik kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pasca-reformasi adalah absennya desain yang komprehensif dan integratif antara desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, serta desentralisasi administrasi. Jelas sekali bagaimana arus desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia lebih wujud sebagai “desentralisasi politik” daripada kecenderungan menuju “desentralisasi (pembangunan) ekonomi”, sebagaimana yang suskes dilakukan China. Artinya, desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia justeru masih diwarnai dengan inefisensi kinerja birokrasi dan rendahnya kualitas pelayanan publik.

Kebijakan Moratorium PNS merupakan langkah strategis dalam menuntaskan reformasi birokrasi di daerah. Dua persoalan mendasar dalam reformasi birokrasi pasca-desentralisasi terkait dengan penyalahgunaan kewenangan yang berujung pada KKN dan inefisiensi birokrasi yang berujung pada pemborosan anggaran. Sayangnya, perekrutan PNS pasca-reformasi ternyata belum sepenuhnya mampu mengatasi kedua hal ini.

Persoalan ini, sebenarnya bisa diatasi jika reformasi birokrasi dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Jane E Fountain (2007) dalam Breaucratic Reform and E-Government in the United State An Institutional Perspective menyebutkan, sejak tahun 1993, pada era pemerintahan Presiden Bill Clinton, reformasi birokrasi di Amreika Serikat (AS) telah bergerak ke arah e-government. Bahkan, dua masa periode pemerintahan di AS kemudian tampak memfokuskan pada reformasi birokrasi berbasis e-government (Fountain 2001, 2006).

Seiring dengan perkembangan internet, awal 1990-an Pemerintah AS mulai mengembangkan informasi pemerintah berbasis laman dan sistem pelayanan publik berbasis teknologi, informasi, serta komunikasi. Sejumlah situasi pelayanan publik terus dipacu untuk mengembangkan model pelayanan secara online, terutama dalam bidang kesehatan, perumahan, pertanian, transportasi, dan lingkungan (Fountain, 2007 :6-7).

Dengan dukungan regulasi dan kontrol yang baik melalui pengembangan e-government, potensi inefisiensi kinerja birokrasi, “politisasi birokrasi”, dan penyalahgunaan wewenang tentu dapat diminimalkan. Maka, kebijakan moratorium perekrutan CPNS diharapkan benar-benar jadi titik awal menuju agenda reformasi birokrasi secara total.

UMAR SYADAT HASIBUAN
Dosen IPDN.