Jumat, 12 Agustus 2011

Jaksa Rian Memeras Camat Detukeli Kabupaten Ende, Dituduh Melakukan Perbuatan Tidak Menyenangkan

ENDE, FLORES, NTT, NAGi. Nasib tragis menimpa Camat Detukeli, Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs Agus Pake yang ditahan di Kejaksaan Negeri Ende, (28/7) baru lalu. Pasalnya, Pake dituduh melanggar Pasal 335 KHUP melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap seorang warga yang tengah melintas mengendarai sepeda motor dengan kencang di jalan desa, ketika warga dan aparat kecamatan sedang bekerja bakti. Oknum jaksa Rian, meminta uang tebusan Rp 30 juta, jika tidak membayar pak camat terpaksa ditahan. Jawaban, Pake tidak punya uang, maka camat pun ditahan tanpa sepengetahuan Bupati Ende, Drs Don Bosco Wangge.

Warga kecamatan Detukeli merasa resah dan menggalang kekuatan melakukan demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri, untuk membebaskan camat mereka. “Ini, hanya persoalan kecil saja, ketika seorang remaja (Sebastianus Pedi) melintas dengan kencang mengendarai sepeda motor, di tegur pak camat yang ketika itu sedang menggenggam sebuah parang untuk kerja bakti. Korban tidak dirugikan, hanya ditegur saja, tetapi korban melaporkan di Polsek Maurole dan telah diproses, tanpa seizin dari Bupati Ende,” ungkap Ketua LSM Tana Nuha, Herenimus Pedi, konon camat ini diproses tanpa izin dari bupati, karena tida sejalan dengan kebijakan politik Bupati Ende.

Lebih aneh lagi, kata Herinimus seorang camat ditahan pihak Kejaksaan, tetapi bupati tidak bereaksi, malahan diam seribu bahasa dan tidak melakukan pembelaan atau koordinasi terhadap bawahannya. Hal ini, masyarakat bertanya-tanya, ada apa dibalik semuanya. “Apakah ini, rekayasa atau permainan dari oknum pejabat, agar camatnya yang dinilai lawan politik dijebak dengan hanya gara-gara seorang naik sepeda motor dengan kencang ketika masyarakat dan aparat kecamatan kerja bakti di desa,” pinta Hereminus, harus ditelusuri apakah ada pesan dan rekayasa di tingkat Polsek dan Kejaksaan.

Dijelaskan Herenimus, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan di Polesk Maurole juga tidak jelas, karena salinannya tidak diberikan kepada tersangka, walau pun sudah berulang kali meminta BAP itu. “Pake ditelepon oleh WakaPolsek Maurole untuk hadir di Kantor Kejaksaan Ende, tanpa surat panggilan secara resmi dan Pake pun hadir tetapi hanya Jaksa Rian sendirian saja, tanpa penyerahan dari anggota Polsek. Jaksa Rian menanyakan Pak Camat ada uang nggak? Kalau ada nggak kami tahan dan jawab camat kalau uang saya tidak punya, maka camat pun ditahan,” ceritera Herenimus, langsung Pake mencopot seragam lengkap dengan atribut, menggantikan dengan baju batik.

Selanjutnya dijelaskan Herenimus, pasal yang dituduh kepada Pake dengan acaman satu tahun, tetapi Polsek dan Kejari sudah ada pesan atau titipan, karena Pake tidak melakukan kekerasan atau pun ancaman terhadap korban hanya menegur karena banyak orang yang kerja bakti. “Pake sendiri sudah minta maaf kepada korban dan keluarga, jika penegurannya itu dianggap tidak menyenangkan karena kebutulan ketika itu sedang memegang sebilah parang untuk kerja bakti. Tetapi keluarga korban meminta Pake harus membayar Rp 15 juta dan satu ekor sapi sebagai dendanya, dan Pake tidak bersedia, maka kasus ini ditindaklanjut ke Kejaksaan,” tutur Herenimus, berarti ada unsur pemerasan dari keluarga korban.

Menurut Herenimus, motif dan dasar serta alasan penahanan dengan menggunakan pasal amat sangat abu-abu itu, dan sangat tidak lazim untuk diperlakukan penahanan seperti “atas nama hukum”. Apalagi dikenakan pada seorang tokoh masyarakat yang juga pejabat publik. “Kesan penahanan ini, bersifat keangkuhan kekuasaan sekaligus bermotif pemerasan atas nama penegak hukum alias bagian dari mafia hukum yang dilakukan oleh oknum jaksa tersebut,” tegas Herenimus, oknum Jaksa Rian dan Wakapolsek meminta segera diperiksa oleh Kapolres Ende dan Kejari Ende, dan dalam waktu dekat akan melaporkan masalah ini ke Kejasaan Tingggi NTT, Kejagung, Kapolda NTT, dan Kapolri untuk menindaklanjut masalah ini. (tibo/on/eto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar