Kamis, 04 Agustus 2011

Banyak Kepala Daerah Berkeberatan, Mendagri Membatasi Daerah Menggunakan Belanja Hibah

BELANJA HIBAH, kebanyakan digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditentukan peruntukannya. Dana hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalitas serta ditetapkan dengan keputusan kepada daerah. Hal ini, menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, memberi peluang kepada kepala daerah dengan kewenangannya bisa disalahgunakan untuk kepentingan kelompok, partai yang mendukungnya. Terlebih mendekat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dana hibah anggarannya membengkak, sehingga dinilai tidak ratio dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tetapi, hingga sekarang belum dibatasi berapa besar atau berapa persen dana hibah dapat digunakan dari total APBD.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 yang dikeluarkan tanggal 23 Mei 2011, salah satu point mengatur Belanja Daerah. Belanja Hibah diambil dari Belanja Tidak Langsung, disarankan untuk membatasi jumlah atau persentase dari total APBD, banyak gubernur, bupati, walikota keberatan untuk dibatasi. Hal ini, menurut kepala daerah dana hibah itu merupakan hubungan keeratan antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun daerahnya. Terlepas dari kepala daerah berasal dari partai apa yang mendukungnya, yang dilakukan bukan untuk kelompok, atau partai semata-mata untuk penyelenggaraan pembangunan daerahnya.

Jika dibatasi penggunaan dana hibah, maka konsekuensinya roda pembangunan di daerah yanag merupakan kemitraan antara pemerintah daerah dan mayarakat/warga semakin jauh. Hal ini, tidak dikehendaki kepala daerah. Pembahasan dana hibah ini, juga sudah melalui Panitia Anggaran (Panggar) dari pihak pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) dari dewan. Tugas DPRD adalah membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD bersama dengan kepala daerah, sedangkan tugas kepala daerah juga menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama. Jadi, sudah melalui proses yang panjang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan pengembangan dari visi-misi kepala daerah terpilih, selanjutnya ditetapkan melaului Perda menjadi RPJMD provinsi, kabupaten, kota.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah dibahas itu, pada prinsipnya memuat; (1) penguatan ketahanan pangan dalam upaya menjaga ketersedian bahan pokok dan energi, (2) percepatan pengurangan kemiskinan, (3) peningkatan keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembangunan, (4) peningkatan nilai tambah pemanfaatan potensi dan peluang sumber alam, bonus demografi, relokasi industri, dan pasar demokrasi yang besar, dan terakhir (5) implementasi upaya-upaya pembangunan berkelanjutan.

Sinergitas Kebijakan

Keberhasilan dalam pencapaian prioritas pembangunan secara nasional sangat tergantung dengan sinergitas kebijakan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi. Hal ini, tercermin dalam RPJMD provinsi/kabupaten/kota dan nasional, saling sinergitas dan tidak bertentangan satu dengan yang lain. Juga, sinkronisasi kebijakan diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan sesuai kewenangan kepala daerah masing-masing. Tentunya, melalui strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-enverionment serta pengembangan program-program percepatan pengurangan kemiskinan melalui program bantuan sosial berbasis keluarga, program pemberdayaan masyarakat, program pemberdayaan usaha kecil dan mikro, serta program pro rakyat. Dengan demikian, penggunaan dana hibah harus terarah ke sana, dan benar-benar penerima bantuan ini menggunakan sesuai proposal yang diajukan kepada Pemda setempat. Ini, juga merupakan tanggung jawab masyarakat dalam proses pertangungjawaban keuangan daerah, yang transparan.

Dalam menyusun berapa besar dana hibah yang digunakan oleh Pemda masing-masing, harus berpedoman kepada penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) baik pemerintah provinsi, kabupaten/kota berpedoman pada RKPD Provinsi tahun 2012 dan RKP tahun 2012, sedangkan untuk pemerintah kabupaten/kota berpedoman pada RKPD kabupaten/kota 2012 dan memperhatikan RKPD provinsi tahun 2012 serta RKP tahun 2012. Dalam penyusunan rancangan KUA dan PPAS dilakukan melalui sinkronisasi capaian sasaran dan target kinerja antara program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam RKPD tahun 2012 dengan program dan kegiatan dalam RKP tahun 2012 selalu memperhatikan prioritas pembangunan daerah dan kemampuan keuangan daerah.

Prinsip dalam penyusunan APBD tahun 2012 adalah, APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah, APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadual, dan penyusunan APBD dilakukan secara transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang APBD. Hal ini, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 139, Ayat (1) masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atas pembahasan rancangan Perda, termasuk Perda APBD, dan hal yang sama diatur dalam Permedagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Belanja Hibah

Belanja hibah, termasuk dalam pos Belanja Daerah, yang disusun untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Dalam penyusunan belanja untuk pelaksanaan urusan wajib berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan.
Pengganggaran untuk belanja hibah harus batasi jumlahnya, mengingat belanja hibah sifatnya hanya bantuan yang tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Penggunaan hibah harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah. Hibah ini, diberikan secara tidak mengikat, tidak secara terus menerus, artinya pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggara pemerintah daerah. Misalnya hibah kepada Koni, Tim Penggerak PKK, KNPI semuanya tentu ada batas plafon yang tertinggi dan terendah.

Seperti yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Malang, setiap proposal yang diajukan kepada Pemda merupakan kerjasama/kemitraan dengan masyarakat, misalnya pembangunan mushola/kapel dasar bantuan maksimal Rp 2,5 juta, sedangkan untuk masjid/gereja/kuil/viahara sebesar Rp 5 juta. Tetapi, semuanya tergantung dari bupati. Untuk tahun anggaran 2011 dana bantuan keagamaan dalam hal fisik hanya tersedia sebesar Rp 2 miliar. Masyarakat penggunaan harus membuat proposal, kemudian disetujui oleh bupati, dan akan dicair melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD), langsung dicairkan di Bank Jatim Kabupaten Malang. Semuanya melalui prosedur dan mekanisme pencairan keuangan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 168/PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah, Permenkeu Nomor 40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akutansi Hibah dan Permenkeu Nomor 255/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pengesahan Realisasi Pendapatan dan Belanja yang Diterima Langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga Dalam Bentuk Uang. Kecuali pemberian hibah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi/kabupaten/kota dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu).

Pemberian hibah ini, juga dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah, penganggaran harus memperhatikan asas manfaat, keadilan, dan kepatuhan. Mulai dari landasan pertimbangan pemberiaan, penggunaan sampai pengawasannya. Penyediaan anggaran untuk hibah harus dijabarkan dalam rincian objek belanja, sehingga jelas penerimanya serta tujuan dan sasaran penggungaannya. Hal ini perlu diawasi, sehingga gubernur/bupati/walikota tidak semudah dan atas kwewenangannya memberi hibah kepada kelompok, atau orang yang disenanginya untuk mendukung agar dalam Pilkada nanti, tetap mendukungnya. Rasa keadilan di zaman sekarang, sudah benar-benar tidak adil, hanya rasa keberpihakan saja. Tetapi, seorang gubernur/bupati/walikota harus memegang amanah jabatannya, karena dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.

Bagaimanapun, sistem dan prosedur penganggaran dan pertanggungjawaban belanja hibah harus ditetapkan dalam peraturan kepala daerah dengan memperhatikan Pasal 42, 43, 44, dan 133 tentang Permendagri No 13 Tahun 2006. Jadi, belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Jika, pemberian hibah dalam bentuk uang dapat dianggarkan, apabila Pemda telah memenuhi seluruh kebutuhan urusan wajib guna memenuhi SPM yang ditetapkan dalam peraturan. Selain itu, hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok masyarakat/perorangan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan daerah.

Semua pemberiaan apa berupa subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan dilaksanakan atas persetujuan kepala daerah selaku kepala pemerintahan daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Karena kepala daerah mempunyai kewenangan antara lain, menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD, menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang. Oleh karena itu, setiap kepala daerah menetapkan dan menganggarkan keuangan dalam APBD, khususnya dana hibah, harus benar-benar kepada sasaran penggunaannya, dan adil dalam pemerataan bantuan tersebut.

Masyarakat, perlu bantuan dana hibah untuk pola kemitraan, merupakan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran pembangunan di daerah masing-masing. Semuanya itu, tergantung dari keuangan daerah, dan kepala daerah lebih tahu tentang daerahnya, maka kebijakan harus selaras dengan RPJMD yang merupakan visi-misi Pemda setempat. Semoga pengelolaan dana hibah, sesuai dengan aturannya, sehingga pada akhirnya jangan dipersalahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan pada akhirnya adalah pertanggungjawaban pidana yang menyeret gubernur/bupati walikota duduk sebagai pesakitan. Semoga. (George da silva)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar