Kamis, 04 Agustus 2011

Kepala Daerah Tidak Boleh Pimpin Parpol, Diharapkan, Presiden dan Menteri Juga Dilarang

MALANG, NAGi. Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi mengatakan, kepala daerah sebaiknya tidak memimpin partai politik di daerah. Pada era otonomi daerah saat ini, tanggung jawab kepala daerah semakin besar dalam hal mengurus masyarakat. Menurut George da Silva, Direktur Lembaga Research and Consultant Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah mengatakan, larangan itu bukan hanya kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota), tetapi juga berlaku untuk presiden sampai ke menteri-menteri, karena mengurus masyarakat lebih besar dan tanggungjawanya, bila dibandingkan dengan kepala daerah. Hal ini, agar adil dalam melarang semua pejabat publik merangkap dengan jabatan Parpol.

Gamawan menegaskan, sekarang kewenangan itu semakin banyak di daerah. Dengan tanggung jawab semakin besar, kepala daerah membutuhkan konsentrasi, sehingga kini saatnya mereka tidak lagi jadi pemimpin Parpol di daerah. “Namun, mereka masih bisa berperan sebagai Ketua Dewan Pembina atau Ketua Dewan Penasehat. Wacana ini muncul, setelah dilakukan serangkai evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi di daerah. Di pusat sekarang sedang dipikirkan bagaimana mekanismenya,” harap Gamawan, ini semata-mata agar waktu dan energi kepala daerah bisa terfokus pada pelayanan kepada masyarakat yang dituntut semakin bagus.

Dikatakan Gamawan, semakin banyaknya kewenangan yang dilimpahkan pemerintah pusat ke daerah, seperti soal perizinan, pascapenerapan otonomi daerah, alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga terus menaik. “Tahun 2012 nanti, jika APBN disahkan, dana yang dialokasikan ke daerah mencapai Rp 437,1 triliun. Jadi, selama enam tahun alokasinya naik sekitar 300 persen atauu tiap tahun rata-rata naik 50 persen,” kata Gamawan, dengan demikian kewenangan yang makin luas dan alokasi dana yang makin besar, tugas kepala daerah semakin berat.

Gamawan mengingatkan, alangkah indahnya jika Parpol merelakan kadernya menjadi milik masyarakat setelah duduk sebagai kepala daerah. Tugas Parpol dan tim sukses mestinya berakhir setelah mengantarkan kadernya menjadi kepala daerah dan mendukung kadernya, agar bekerja baik untuk melayani masyarakat.

Melanggar UU No 32/2004

George mengatakan, jika pemahaman akan hakiki pembuat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 28, huruf c “melakukakan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung mau pun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan”. Jadi, seorang kepala daerah idealnya seorang yang telah menjadi kepala daerah dan merangkap jabatan sebagai pimpinan Parpol harus melepas jabatannya di Parpol ketika terpilih sebagai pejabat publik.

Hal ini, dikatakan George, jika tetap menjabat sebagai pemimpinan Parpol, kepala daerah dikhawatirkan tidak bisa terfokus menangani pemerintahan dan pembangunan daerah. “Pelarangan juga, diperlu untuk menghimpun penyelewengan jabatan atau fasilitas pemerintah untuk kepentingan Parpol. Jadi, bukan saja larangan kepada kepala daerah, tetapi para menteri, karena tugasnya sebagai pembantu presiden, jauh lebih besar dan berat dalam memimpin departemen,” tegas George, agar adil semua pejabat publik baik dari presiden hingga bupati/walikota dilarang merangkap jabatan sebagai pemimpin Parpol.

Selain itu, sebagai Ketua Dewan Pembina juga tidak boleh merangkap jabatan di Parpol, karena sebagai Ketua Dewan Pembina dalam Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) memberi kekuasaan lebih daripada seorang Ketua Umum Parpol. “Padahal kita semua sudah paham, dalam suatu organisasi Ketua Umum mempunyai kewenangan lebih besar daripada Ketua Dewan Pembina.

Kenyataannya, Ketua Dewan Pembina lebih ditakut dan dihormati para anggotanya, ketimbang Ketua Umum,” tergas George, seperti Ketua Dewan Pembina dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), apa katanya lebih diharga, hormati. Hal ini, juga pernyataan Gamawan, seakan-akan memihak kepada Ketua Dewan Pembina bisa merangkap jabatan di pemerintah/jabatan publik. (faby/bala/nico)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar