Senin, 02 Mei 2011

Kasus DAK Pendidikan 2006-2007 Kabupaten Ende, Jaksa “Diduga” Melindung Bupati Wangge

ENDE, FLORES, NTT, NAGi. Kepala Kejaksaan Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Adhianto, SH, Mhum, harus berkali-laki menolak melayani wartawan melakukan tugas peliputan dan berupaya menghindar memberitahukan informasi serta menutup-nutupi kasus yang sedang diliput, maka hanya ada dua alasan yang mendasari. Pertama, mungkin memang sedang tidak punya waktu/sedang sibuk, dan Kedua, besar kemungkinan tidak ingin kasus tersebut mendapat sorotan dan perhatian masyarakat luas lewat media massa. Kejaksaan sangat gencarnya berusaha menutup-nutupi kasus agar tidak tercium publik, maka pertanyaan besar adalah, Ada Apa dengan Jaksa (AADJ)? Adakah kepentingan tertentu satu orang/suatu kelompok yang diperjuangkannya? Itulah fenomena yang membayangi kinerja para Jaksa di Kejari Ende “diduga” melindungi Bupati Ende, Drs Don Bosco M Wangge, MSi, mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende menyangkut kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun Anggaran 2006-2007 di kabupaten yang memiliki pesona Danau Kelimutu Tri Warna.

Lapopsin Kejari Ende, tentang status kasus DAK Pendidikan begitu lama, kenyataannya berkas perkara kasus tersebut harusnya sudah dapat ditingkatkan ke penyidikan, tetapi hingga kini belum ditingkatkan dengan alasan yang tidak jelas. Kinerja jaksa pada Kejari Ende yang menangani kasus/perkara dugaan penyimpangan dalam pengelolaan DAK dipertanyakan.

Diawali dengan adanya upaya menolak memberitahukan perkembangan kasus tersebut kepada wartawan, adanya indikasi menutup ruang publikasi agar masalah tersebut tidak mendapat perhatian masyarakat umum. Tiga bulan sudah kasus ini seolah-olah tidak bergerak. Entah ada apa dan bagaimana nasib kasus tersebut, apakah statusnya masih pada tahap Pengumpulan Bukti dan Keterangan (Pulbaket), atau masih di tahap penyelidikan atau malah sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Seluruh masyarakat Kabupaten Ende, dipastikan tidak mengetahui hal tersebut.

Beberapa pihak justeru menyangsikan kasus tersebut dapat dituntaskan dengan baik. Berdasarkan hasil analisis audit investigasi BPKP Propinsi NTT diduga melibatkan Don Bosco Wangge, yang kini menjabat sebagai Bupati Ende. Saat ini, masyarakat membutuhkan kepastian hukum serta penerapan hukum yang adil bagi semua orang tanpa pandang bulu. Soal nanti apakah dalam kasus DAK ada pejabat yang terlibat atau tidak itu menjadi soal. Terpenting adalah penerapan aturan dan proses hukum yang tegas. Dengan lamanya rentan waktu terkait status kasus yang belum juga sampai pada tahap penyidikan, meski Kejari Ende, Adhianto, secara terang-terangan telah memberikan laporan kepada Kejati NTT yang selanjutnya diteruskan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

Berdasarkan penelusuran NAGi kurang lebih tiga bulan lalu, Kajari Ende dalam suratnya Nomor: R-14/P.3.14/Dek.3/01/2011 tanggal 31 Januari 2011 pada Lapopsin-nya, menyampaikan laporan kesimpulannya kepada Kejati NTT, selanjutnya Kejati NTT melaporkan kepada KPK, bahwa kasus/perkara dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan DAK Pendidikan TA 2006-2007 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ende, statusnya sudah dapat ditingkatkan ke penyidikan.

Ketika NAGi hendak mengkonfirmasi terkait permintaan KPK agar secepatnya menerima laporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan perkembangan penanganan kasus terkait kasus dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan DAK 2006-2007, Kajari Ende, minta berhubungan dengan Kasi Intel, Jaksa Khaerian, SH. Kasi Intel mengatakan, masalah tersebut sudah ditangani oleh Kasi Pidsus. Berbekal keterangan Kasi Intel, langsung mendatangi Kasi Pidsus, Abdon B. Blegur, SH. Betapa terkejutnya Blegur, dan dengan tegas mengatakan bahwa kasus tersebut belum sampai ke mejanya. Untuk meyakinkan Blegur menawarkan memeriksa register kasus yang masuk ke meja Pidsus bersama-sama. Ternyata benar tidak ada.

Blegur menjelaskan bahwa, jika formulasi kalimat dalam surat "sudah dapat" ditingkatkan ke penyidikan, berarti berkas perkara tersebut masih berada dan di bawah penanganan bagian Seksi Intelijen, Khaerian, SH sebagai kepala seksinya. “Artinya, kasus tersebut sudah rampung dan sudah siap untuk ditingkatkan ke penyidikan yang selanjutnya sudah siap dan tinggal menunggu waktu saja untuk diserahkan kepada Seksi Pidsus,” ujar Blegur, berbeda jika formulasi kalimat dalam surat "sudah" ditingkatkan ke penyidikan, maka berarti kasus tersebut sudah diserahkan kepada Seksi Pidsus untuk melanjutkan penanganan kasus tersebut, yang dimulai dengan pemeriksaan saksi-saksi, penahanan terhadap tersangka.

Merasa dipermainkan beberapa kali NAGi berupaya bertemu dengan Kajari Andhianto guna mengkonfirmasi kasus tersebut, selalu gagal karena alasan yang sama. “Pak Kajari lagi sibuk, tidak bisa diganggu, lagi banyak surat yang harus ditandatangani,” ucap petugas. Menjadi pertanyaan, sedemikian sulitnyakah, sehingga berkas perkara yang sudah dinyatakan siap dan sudah dapat untuk ditingkatkan ke penyidikan hingga tiga bulan sejak 31 Januari 2011 hingga kini belum dapat juga bergeser ke ruangan Kasi Pidsus guna memasuki tahap Penyidikan? Mungkinkah KPK hanya mendapat laporan hiburan bahwa kasus DAK 2006-2007 sudah dapat ditingkatkan ke penyidikan, ataukah laporan Kejari Ende malah yang tidak diteruskan oleh Kejati NTT ke KPK, terkait permintaan KPK agar Kejati NTT segera menyampaikan SPDP. (en).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar