Kamis, 19 Mei 2011

Bupati Malang, H Rendra Kresna Menjadi Anggota KN, Melanggar UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

MALANG, NAGi. Masyarakat Kota Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang), khususnya pencinta persepakbolaan Arema, Malang, Jawa Timur, merasa terhormat dan gembira atas terpilihnya Bupati Malang, H Rendra Kresna sebagai salah seorang anggota Komite Normalisasi (KN) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Penunjukkan ini, berdasarkan hasil musyawarah anggota KN, menggantikan beberapa anggota KN yang lain, karena “diduga” berafiliasi kepada Liga Primer Indonesia (LPI) penggagas Arifin Panigoro. Sekaligus sebagai mewakili persepakbolaan dari klub Arema Malang, karena Rendra menjabat sebagai Presiden Kehormatan Arema. Tetapi, apakah penunjukkan Rendra ini, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ataukah hanya berbekal minta izin kepada Gubernur Jawa Timur, Soekarwo untuk mengikuti acara 20 Mei 2011 untuk Kongres PSSI di Jakarta bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2011.

Rendra mengatakan, akan meminta izin kepada Gubernur Jatim untuk menghadir rapat-rapat interen KN PSSI dan sekaligus mengikuti Kongres PSSI 20 Mei mendatang. “Saya sendiri belum baca atau mengetahui bahwa ada aturan kepala daerah/bupati bisa menjadi anggota KN. Karena, saya juga ditunjuk tanpa konsultasi dengan saya, tetapi ini merupakan tugas yang mulia dan amanah, sebagai seorang pencinta persepakbolaan di tanah air, khususnya Kulub Arema dan Metro FC Kabupaten Malang, maka saya siap diminta oleh Ketua Agum Gumelar,” tegas Rendra, dalam jumpa pers, Jumat (15/5) di Pringgitan Kabupaten Malang, setelah sehari penunjukkannya, menjawab pertanyaan wartawan apakah sebagai bupati tidak bertentangan dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Melanggar UU

Direktur Lembaga Research and Consultant Prima Mandiri Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah, George da Silva mengatakan, penujukkan Bupati Malang, Rendra sebagai salah seorang anggota KN PSSI melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. “Sebagai pejabat seharusnya memahami benar-benar aturan yang mengatur tentang jabatannya sebagai bupati, jangan ingin mencoba-coba melanggar, dan jika ada teguran dari atasan baru mengundurkandiri,” saran George, yang juga penulis buku Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Daerah (2005), sebaiknya Rendra, menolak penugasan yang mulia ini, karena akan berbentur dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Dijelaskan George, UU No 32, Pasal 28 Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, huruf c “melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung mau pun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan”. Karena pasal ini, dalam penjelasannya cukp jelas, maka tidak perlu ditafsirkan lagi. “Tentu hal ini, karena melakukan pekerjaan lain selain sebagai Bupati Malang memberi keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung mau pun tidak langsung. Jelas ini, akan memberi keuntungan pribadi dan pencitraannya sebagai bupati dari organisasi politik yaitu Partai Golkar,” tegas George, karena melakukan pekerjaan adalah memberikan atau mengorbankan seluruh pikiran, tenaga untuk sesuatu tujuan dan mendapat imbalan jasa/honor/upah/gaji.

Dikatakan George, apalagi mendapat imbalan jasa/honor/upah/gaji dari anggaran APBN atau APBD, itu jelas melanggar peraturan yang berlaku. “Sebaiknya Rendra mengadakan konsultasi dengan Staf Ahli Bupati di Bidang Hukum atau langsung berkonsultasi dengan Gubernur Jatim, Soekarwo, apakah bisa menjadi anggota KN atau tidak boleh, karena melanggar peraturan. Hal ini, untuk menghindari dari keberatan masyarakat yang mengerti tentang Hukum Tata Negara atau Hukum Pemerintahan Daerah,” pinta George, dan masyarakat pencinta bola di Malang Raya, harus memahami, karena sosok Rendra adalah jabatan Bupati Malang, yang dalam setiap kegiatan publik diatur oleh peraturan dan perundangan yang berlaku. Jika, tidak melanggar boleh-boleh saja dan silahkan berkiprah.

Menurut George, peran Rendra akan tetap dihormati dan dihargai, jika Rendra benar-benar tunduk pada peraturan perundang-undangan, karena sebagai pejabat publik. “Keuntungan yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan (Kabupaten Malang), jelas ini sangat berpengaruh, karena selain pejabat publik juga sebagai Ketua DPC Partai Golkar Kabupaten Malang, sehingga kiprah di KN itu jelas menguntungkan diri sendiri baik secara langsung atau tidak langsung,” ujar George, sebaiknya Rendra harus legowo dan menahan diri untuk menjadi anggota KN, karena tidak menjadi anggota KN, Rendra pasti bisa berkiprah di kesempatan dan tugas sosial yang banyak menantinya.

Kemudian kita bertanya, apakah Rendra yang juga Ketua DPC Partai Golkar Kabupaten Malang, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Jawa Timur, Ketua SOKSI Jawa Timur dilarang jabatan tersebut. George berpendapat, jika pengabdiannya pada organisasi profesi dan partai politik sebenarnya tidak ada masalah. Jika, sebagian atau seluruhnya mendapat dana atau bantuan dari APBN atau APBD Provinsi Jatim atau APBD seluruh kabupaten/kota di Jatim, maka tidak boleh. “Seharusnya kalau rujuk pada Pasal 28 tersebut, maka tidak boleh merangkap pekerjaan atau jabatan yang lain. Jadi, UU itu mengisyaratkan benar-benar kepala daerah dan wakil kepala daerah itu tidak boleh memangku jabatan publik/organisasi/profesi/partai politik,” keberatan George, selain itu kepala daerah dilarang turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta mau pun milik negara/daerah atau dalam yayasan bidang apa pun. Antara lain menjadi direksi atau komisaris, Rendra sebelumnya menjadi Bendahara Arema, akhirnya diganti menjadi Presiden Kehormatan Arema. (ger/bala)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar