SEKRETARIS JENDERAL PARTAI DEMOKRASI (PD), Edhie Baskoro mengatakan, partainya tidak akan memecat salah satu kadernya, Andi Nurpati, yang saat ini tengah dirundung kasus dugaan pemalsuan dokumen Mahkamah Konstitusi (MK). PD, katanya, menganut asas praduga tak bersalah. Pada kesempatan tersebut, Ibas, demikian Edhie biasa disapa, mempertanyakan mengapa kasus yang terjadi pada tahun 2009 baru dilaporkan Ketua MK, Mahfud MD ke aparat penegak hukum. Ibas mengatakan, Mahfud seperti memiliki niat yang berlatar politis.
"Kalau saya melihat ini, kembali dibuka, kan ini sama saja melihat permasalahan yang seharusnya sudah selesai dari dulu. Menurut saya, ini tidak bagus apabila, jika kita terus berlarut-larut,” harap Ibas, apalagi terkesan politis sekali terhadap salah satu kader PD.
Dikatakan, Ibas PD menyerahkan penyelesaian kasus ini, kepada kepolisian. Jika kepolisian pada akhirnya tidak menemukan adanya bukti yang dapat menyeret Andi ke ranah hukum, Ibas meminta tak ada lagi pihak yang terus menggulirkan kasus ini.
Kepolisian Didesak
Sementara itu, kepolisian didesak segera melakukan langkah konkret untuk menindaklanjuti dugaan pemalsuan surat MK. Integritas polisi dipertaruhkan dalam kasus ini, terutama karena kasus pemalsuan surat tersebut diduga melibatkan pejabat di partai penguasa. "Polisi jangan melihat dia (Andi Nurpati) adalah pejabat di partai politik yang sedang berkuasa. Kalau demikian, anggapan bahwa selama ini mereka hanya memproses orang-orang kecil menjadi benar adanya," kata ahli hukum pidana Universitas 45, Makassar, Marwan Mas.
Desakan serupa juga diungkapkan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar. Menurut Marwan, keseriusan polisi dalam menangani kasus itu akan menjadi pijakan dalam menangani kasus serupa pada pemilu selanjutnya. Pasalnya, hal itu merupakan kejahatan konstitusi yang membahayakan demokrasi dan penegakan hukum. Menurut Zaenal Arifin Mochtar, “Polisi bisa mengadukan hal itu ke Ombudsman, jika polisi tidak segera menunjukkan langkah konkret,” saran Mochtar, apabila tidak diprosesnya laporan pengaduan selama setahun lebih itu bisa dianggap sebagai tindakan menunda-nunda.
MK melaporkan dugaan pemalsuan surat MK sejak 12 Februari 2010, yang diduga melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, saat itu. Laporan itu disampaikan Panitera MK saat itu, Zainal Arifin Hoesein. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya. Zainal Arifin Hoesein, saat dikonfirmasi, mengaku belum mendapat surat panggilan untuk dimintai keterangan terkait dengan laporannya. Kemarin, mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi mengaku kediamannya pernah digunakan untuk membuat konsep surat oleh Masyhuri Hasan, juru panggil MK, yang diberhentikan terkait dengan kasus tersebut.
Hasil Tim Investigasi Internal MK yang diketuai Abdul Mukhtie Fajar mencurigai keterlibatan Arsyad, tetapi dengan tegas Arsyad membantahnya. Ia juga membantah dugaan keterlibatan putrinya, Neshawaty.
Seperti diberitakan sebelumnya, surat palsu dibuat bertanggal 14 Agustus 2009. Surat itu menyatakan ada penambahan suara untuk Partai Hanura di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I (Kabupaten Gowa, Takalar, dan Jeneponto). Padahal, sesuai dengan amar putusan MK pada perkara 084/PHPU.C/2009 yang dimohon Partai Hanura, bukan penambahan suara, melainkan jumlah suara (perolehan suara). Saat ini, tutur Marwan, merupakan masa-masa Partai Demokrat membersihkan diri. (nico/wem/wawan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar