Jumat, 03 Juni 2011

Penyidik Polres Kepanjen Memaksa Kehendak, Garap Tanah Milik Sendiri di “Tipiring”

MALANG, NAGi. Penyelundupan hukum model baru, kini mulai marak di wilayah hukum Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang). Berawal dari serakah seorang ahli waris, berujung pemidanaan saudara sendiri. Kasus ini, terjadi di Polres Kepanjen (Kabupaten Malang) penyidik memaksa kehendak seorang Subadri, teganya memidanakan sadara-sudaranya sendiri dan merebut harta warisan bersama peninggalan orangtua mereka. Enam bersaudara itu adalah Trijuiati, Solikin bin Tajab, Nastaim bin Osen, Masad bin Nubi, Suji bin Osen, serta Achmad Kudari kesemuanya warga Desa Wiringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang dituduh merampas atas dugaan penguasaan tanah tanpa seizin yang berhak, sebagaimana dalam Pasal 6, Ayat (1) Undang-Undang Nomor 51/PRP/Tahun 1960. Akhirnya Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen dengan hakim tunggal Cokro, dalam sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) memutuskan satu bulan pidana penjara atau tiga bulan pidana bersyarat.

Hal serupa, dialami Drs R Judo Asmoro, warga Perumahan Araya B6 Nomor 22, Kecamatan Blimbing, Kota Malang gara-gra seolah-olah menjual rumah miliknya kepada mantan Panglima Kostrad, Hadi Waluyo seharga Rp 4 miliar. Tetapi, baru dibayar Rp 300 juta, dengan sidang di PN Kota Malang, Tipiring penuh rekayasa berminggu-minggu, Judo harus mendekam dalam Lembaga Pemsayarakatan (LP) selama dua bulan, dan rumah/tanah beralih menjadi miilik Hadi Waluyo. Kasus ini, setelah Yudo Asmoro melakukan Peninjaun Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) tetang pidana dua bulan, dikabulkan MA, sedangkan kasus rumah/tanah masih dalam kasasi di MA.

Menurut Penasehat Hukum kelima bersaudara itu, Romawi Rahman, SH, penerapan aturan tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta hukum, dimana para tersangka sejak awal sudah mengerjakan dan menguasai tanah hak waris milik bersama yang ditinggalkan orangtua mereka Mukayah. “Usut-punya usut, ternyata hasrat menguasai tanah sawah seluas 5.330 meter persegi sebagai tertera dalam buku Letter C Desa Nomor 683, Persil Nomor 12 kelas SII yang terletak di Dusun Nongkosongo, Desa Waringinsongo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang hingga saat ini tertulis atas nama Mukayah. Aneh bila pelapor Subadri yang tertuang dalam Laporan Polisi Nomor. Pol. LP/VII/2010/Jatim Res Malang tanggal 26 Juli 2010,” jelas Romawi, yang lebih aneh sidang Tipiring, ini berlangsung selama seminggu, seharusnya menurut ketentuan Tipiring berlangsung hanya sehari saja. Hal ini, ada indikasi Polisi dan hakim bermain mata.

Berbekal Surat Wasiat

Dikatakan Romawi, terungkap kengototan Subadri memidanakan saudara dan keponakannya sendiri, ternyata secara diam-diam semasa hidup Mukayah telah membuat surat wasiat yang menyebut bahwa objek sengketa menjadi bagian Subadri. Testamen itu, dibuat di hadapan Notaris, Eko Handoko Wijaya Nomor 100 tertanggal 4 Juni 1994. “Terlihat aneh, wasiat itu dibuat tahun 1994, Mukayah wafat tahun 2000, dan mengapa baru tahun 2010 diungkapkan Subadri, sehingga muncul kuat wasiat tersebut hasil rekayasa Subadri di saat Mukayah sakit-sakitan. Hal ini, membuat semua ahli waris bereaksi dan menolak surat wasiat itu. Apalagi, testamen itu jelas-jelas melanggar hak mutlak para ahli waris lain (Portie Legitime) sesama pewaris yang sederajat,” urai Romawi, selain itu warisan yang tidak adil dan bertentangan dengan hukum warisan.

Selanjutnya dijelaskan Romawi, seorang Subadri mendapatkan begitu banyak bagian hingga 14 item, sedangkan ahli waris lain hanya mendapatkan bagian yang sedikit. “Lebih aneh lagi dan mengherankan penyidik Polri menuruti laporan pidana yang dibuat Subadri tidak berdasar, karena sengketa warisan itu harusnya menjadi ranah perdata dan tidak dipaksakan menjadi pidana. Kasus yang besar ini, bisa dijadikan Tipiring. Ini, sungguh aneh, karena wasiat rahasia itu belum menjadi peralihan hak yang sah, apalagi ahli waris menolaknya,” ungkap Romawi, dan dapat dipastikan “Fraus Legis” seperti ini tidak patut diterapkan yang membawa akibat hukum merampas/memidanakan hak seseorang.

Dengan sidang Tipiring yang di bawa penyidik Polri ke pengadilan, kata Romawi adalah menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan mengada-adakan saja. Ada apa dibalik penerapan hukum yang menyimpang ini. “Tentu, kita semua sudah tahu, motivasi dari penyidik Polri dan Hakim,” timpal Romawi, surat wasiat itu belum tentu benar, jika sudah menjadi peralihan hak walau pun ada akta notaris, yang ternyata wasiat tersebut bertentangan dengan hukum, maka Notaris Eko perlu diperiksa oleh Polisi apakah ada kerjasama dengan Subadri.

Sementara itu, juru bicara para ahli waris dari Mukayah yang merasa dirugikan dengan ulah Subadri, Suryadi mengatakan mereka akan menuntut balik Subadri secara hukum. “Kami menghimbau penyidik Polres Kepanjen agar tidak memaksa kehendak sepihak dari saudara Subadri. Seharusnya dia menggugat ke pengadilan secara perdata, bukan memaksakan Tipiring,” kesal Suryadi, ulah para penyidik di Polres Kepanjen, hal ini pihaknya akan melaporkan kepada Kapolda Jawa Timur, Kapolri, dan Komisi Polisi Nasional (KKN), agar para penyidik segera diperiksa tidak sesuai Tugas Pokok Polri yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, Pasal 13.

Menurut Suryadi ketika sidang, Rabu (25/5) hakim menunda persidangan dengan acara membaca putusan pada tanggal 1 Juni, ternyata ketika semua ahli waris dudah berada di PN Kepanjen, panitera mengatakan putusannya sudah pada tanggal 25 Mei lalu. “Hal ini, kami lebih mencurigai lagi pihak Subandri, Polri, dan Hakim ada konspirasi. Bagaimana taggal 25 Mei itu belum ada putusan, hakim menunda untuk membaca puutusan hari ini. Ternyata, sudah ada putusan,” tutur Suryadi, pihaknya akan melaporkan kepada Komisi Yudisial (KY), ahar hakim Cokro diperiksa, karena telah menipu kami. (on)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar